Serang (ANTARA News) - Letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan Selat Sunda, Provinsi Lampung, Sabtu pukul 15.40 WIB diselimuti kabut tebal akibat cuaca buruk di wilayah itu bahkan ombak besar hingga ketinggian mencapai tiga meter. Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Anton Tripambudi, menyatakan, selama tiga hari terakhir kondisi letusan Anak Krakatau diselimuti kabut tebal sehingga asap serta bebatuan pijar tidak terlihat jelas di sekitar Pantai Anyer dan Carita. Akan tetapi, hingga saat ini status Anak Krakatau masih "siaga" level III dan belum dicabut oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Jawa Barat. Selama ini, kata Anton, letusan dan kegempaan vulkanik Anak Krakatau hampir dua bulan lebih semenjak ditetapkan status "siaga" level III tanggal 26 Oktober 2007 lalu hingga kini belum berubah menjadi status "waspada". Letusan dan kegempaan vulkanik dalam, dangkal, tremor serta hembusan masih berlanjut, bahkan interval kemunculan tercepat antara 3-6 menit dan terlambat interval 10-15 menit. "Saya kira kondisi letusan Anak Krakatau masih berbahaya dan tidak diperbolehkan untuk mendekati kawasan gunung karena masih mengeluarkan "batuk-batuk" berupa pijar dan lontaran batu panas," katanya. Namun, lanjut Anton, kondisi Anak Krakatau hingga kini kecil kemungkinan terjadi gelombang tsunami karena letusan dan kegempaan vulkanik dalam sehari masih mencapai 600 sampai 700 kali. "Letusan dan kegempaan vulkanik Anak Krakatau tidak seperti dialami pada "Ibunya" tahun 1883 lalu yang menewaskan puluhan ribu orang itu," ujarnya. Sementara itu, sejumlah pengunjung obyek wisata di pantai Anyer dan Carita mengaku merasa kecewa dengan tidak melihat asap membungbung tinggi yang dikeluarkan oleh letusan Anak Krakatau karena masih diselimuti kabut tebal. "Biasanya, jika ke sini kami melihat jelas pemandangan asap yang dikeluarkan Anak Krakatau seperti asap kereta koboy," kata Sandiman (40) salah seorang pengunjung obyek wisata Pantai Anyer.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008