Denpasar (ANTARA News) - Tokoh pers dari Bali, ABG Satria Naradha, menitipkan kekokohan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia ke Keraton Yogyakarta yang pernah mencatat sejarah dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pernyataan tokoh yang juga anggota Dewan Pers itu disampaikan saat penyerahan penghargaan Pers K Nadha untuk Almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersama empat tokoh lainnya di Gedung Pers Bali Ketut Nadha di Denpasar, Sabtu. Penganugerahan Pers K Nadha itu bertepatan tujuh tahun peringatan wafatnya perintis Bali Post, Ketut Nadha Nugraha. Penerima penghargaan lainnya adalah Prof Dr dr Ida Bagus Ngurah Gede Ngoerah, Prof Dr I Gusti Made Sutjaja, Drs Made Taro dan Ida Wayan Oka Granoka. Kelompok bisnis Bali Post yang dirintis sejak 1948, kini berkembang pesat memiliki 26 usaha penerbitan/media, baik cetak, stasiun radio dan enam stasiun televisi, termasuk Jogja TV dan Aceh TV. Satria Naradha yang merupakan salah satu putera K Nadha dan menjadi pimpinan Bali Post Group, mengaku prihatin dengan kondisi Indonesia yang sudah kehilangan jati diri sebagai bangsa yang memiliki budaya adiluhung. "Bukan hanya rasa perstauan dan kesatuan yang memudar, tetapi budaya masyarakatnya juga memprihatinkan. Semuanya dinilai dengan uang. Warga sudah tidak memperhatikan sopan santun. Meminta dengan cara demo. Padahal dulu mesti menghormati orangtua dan para pemimpin," keluhnya. Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwinoto, salah satu putera Sri Sultan Hamengku Buwono IX, mewakili para penerima penghargaan menyatakan bahwa apa yang dilakukan ayahandanya dan juga tokoh lain pada zaman dahulu, semuanya didasari pengabdian kepada bangsa dan negara. "Tetapi nilai-nilai kebangsaan, bhineka tunggal ika, telah lama kita tinggalkan. Padahal kebhinekaan itu menjadi pertautan, kebersamaan . Berbeda-beda tetapi tetap satu, Indonesia. Ini bumi bersama, mari kita jaga NKRI," pintanya. Ia yang hadir bersama istri, disertai Gusti Bandoro Pangeran Haryo Prabukusumo yang juga bersama istri, mengajak seluruh masyarakat dan komponen bangsa untuk mengembalikan nilai-nilai budaya yang mengalami distorsi dan cenderung menjadi budaya serba instan. Atas pemberian penghargaan itu, KGPH Hadiwinoto menyampaikan terimakasih, walaupun yang dilakukan Sultan Hamengku Buwono IX dalam bidang persatuan bangsa dan mempertahankan kearifan lokal, termasuk yang berkaitan dengan budaya, sebagai bagian dari pengabdian. Prof Dr Made Sutjaja yang banyak menerbitkan buku, diberikan penghargaan karena kepeloporannya membuat kamus Bahasa Bali disertai penjelasan dalam Bahasa Indonesia, Inggris dan Jepang, yang dicetak di Singapura. "Saya masih kesulitan mencetak buku, karena nggak punya dana. Karena itu sampai sekarang saya juga masih memproduksi buku stensilan 20-30 buah, untuk dititipkan dijual di Gramedia. Entah siapa nanti yang peduli membantu mencetak buku bahasa dan budaya serta buku akademik lainnya," ucap guru besar yang sudah menerbitkan puluhan buku itu. Prof Dr dr IBNG Ngurah diberikan penghargaan Pers K Nadha karena pengabdiannya dalam bidang kesehatan dan perintis Fakultas Kedokteran UNUD, Ida Wayan Oka Granoka konsisten dalam berkesenian berbasis spiritual, dan Made Taro sebagai pelestari seni, khususnya permainan tradisional anak-anak. Pada kesempatan itu juga diberikan penghargaan "Ajeg Bali", yakni yang berprestasi dalam mempertahankan kekokohan budaya Bali, untuk siswa dan guru SD, SMP serta SMA di Pulau Dewata, yang diserahkan Wakil Bupati Badung I Ketut Sudikerta dan Sekretaris Propinsi Bali Drs Nyoman Yasa. Gubernur Bali Dewa Beratha dalam sambutannya menyatakan mendukung pemberian sejumlah penghargaan tersebut, yang diharapkan mampu mempertahankan budaya Bali dari gempuran budaya asing dan memotivasi masyarakat dalam turut memajukan daerah serta bangsa Indonesia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008