Jakarta (ANTARA News) - Mantan Presiden Soeharto yang pada 8 Juni 2008 berusia 87 tahun kembali masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta, Jumat (4/12), karena kadar hemoglobin rendah, tekanan darah turun dan ada penimbunan cairan sehingga tubuh membengkak. Sejak lengser dari jabatan Presiden pada 21 Mei 1998, Soeharto yang lahir di Desa Kemusuk, Argomulyo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), 8 Juni 1921, telah beberapa kali dirawat di rumah sakit karena sakit yang diderita seperti, pendarahan usus, jantung, dan paru-paru. Walaupun sudah berulang kali dirawat, peristiwa kali ini agaknya kembali menarik perhatian masyarakat. Masyarakat pun kembali mengenang segala kebehasilan dan kegagalannya dalam memerintah negeri ini selama sekira 32 tahun. Di awal tahun 2008 ini Soeharto Jumat siang (4/1), dibawa ke RSPP pada pukul 14.15 WIB. Penguasa Orde Baru (Orba) itu menempati ruang "president suite" Nomor 536 di lantai lima gedung RSPP. Saat memberikan keterangan kepada pers pada Jumat malam, pejabat sementara Direktur RSPP, dr Djoko Sanjoto, mengatakan bahwa Presiden RI Periode 1966-1998 itu sejak lima hari yang lalu mengeluh tubuhnya lemas. "Setelah diperiksa, ternyata kadar hemoglobinnya rendah, tekanan darahnya turun dan ada `oedem` atau penimbunan cairan sehingga tubuhnya membengkak," kata Sanjoto yang pada kesempatan itu didampingi Prof. Djoko Rahardjo, ketua tim dokter yang menangani Soeharto. Ia menjelaskan, sebenarnya tim dokter sudah berusaha menangani masalah kesehatan Soeharto di rumah namun karena kondisinya dinilai memerlukan perawatan intensif akhirnya dia dibawa ke rumah sakit. Menurut Sanjoto, saat ini kondisi Soeharto stabil dan 100 persen sadar. Rencananya tim dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada Sabtu (5/1) untuk lengkapi diagnosa. "Pemeriksaan akan dilakukan secara menyeluruh secara lebih teliti dan lengkap, termasuk melakukan memeriksa kondisi jantungnya," katanya. Prof. Rahardjo menambahkan, "Saat ini tim dokter sedang sibuk memasang selang infus ke tubuh Soeharto, supaya kalau perlu obat bisa dimasukkan dengan mudah." Tokoh yang baru terlihat menjenguk Soeharto pada Jumat malam adalah mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Moerdiono, dan Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad), Wismoyo Arismundar.Moediono mengatakan, baru mengetahui keberadaan mantan Presiden Soeharto di RSPP sekitar pukul 16.00 WIB. Riwayat kesehatan1999: Pasca-lengser dari jabatan Presiden, Soeharto pertama kali masuk rumah sakit untuk dirawat pada 20 Juli 1999 karena stroke ringan. Ia saat itu berusia 78 tahun, dan dirawat di RSPP. Keterangan Kepala Rumah Sakit Pusat Pertamina saat itu, dr. Sudjono Martoatmodjo, Soeharto semula memang sudah dijadwalkan untuk melakukan "check up" tahunan berkala di RSPP pada tanggal 24 Juli 1999. Namun, pada 20 Juli Soeharto mengeluh pusing dan merasa lesu, sehingga dibawa ke rumah sakit. Dalam pemeriksaan, tim dokter menemukan tanda-tanda stroke ringan. Pada 30 Juli 1999, Tim Dokter Kepresidenan mengizinkan Soeharto pulang. Pak Harto - panggilan akrab bapak Orde Baru ini - keluar dari RSPP pukul 10.50 WIB dengan menggunakan kursi roda, tampak wajahnya masih pucat dan mengenakan baju gamis warna putih dan sarung. Namun pada 14 Agustus di tahun yang sama (1999), Pak Harto diketahui oleh Tim Dokter terkena pendarahan usus saat berada di kediamannya, Jalan Cendana 8, Jakarta Pusat. Ia kemudian dilarikan ke RSPP sekitar pukul 09:00 WIB.2000: Pada 10 Agustus 2000, Soeharto, yang masuk Rumah Sakit Pertamina. Menurut seorang staf di RS Pertamina, Pak Harto saat itu masuk rumah sakit pukul 21.15 WIB untuk periksa rutin, khususnya paru-paru. Pemeriksaan berlangsung Kamis pukul 21.15 WIB sampai 22.00 WIB. Setelah pemeriksaan, Soeharto segera pulang.2001: Pada 24 Februari 2001, Soeharto kembali dirawat di RSPP untuk menjalani operasi usus buntu. Semula, mantan penguasa rezim Orde Baru ini hanya menjalani pemeriksaan (check up) rutin pada Sabtu pagi sekitar pukul 09.00 WIB, namun dokter di rumah sakit itu minta Soeharto dirawat inap untuk tiga sampai empat hari mendatang. Pada 13 Juni 2001, Soeharto menjalani operasi pemasangan alat pacu jantung permanen RSPP. Dokter Ahli Bedah, Miftah Suryodiprojo, dan Ahli Jantung, dr Juniarti, menjelaskan bahwa operasi pemasangan alat pacu jantung ke dalam bagian dada depan Pak Harto berlangsung lancar. Operasi dilakukan mulai pukul 07:00 WIB sampai 08:00 WIB dengan dibantu oleh tim dokter dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Dengan dilengkapi alat pacu jantung yang berbentuk baterai kecil seberat 20 gram yang kemudian baterai itu dihubungkan dengan bilik kanan jantung Pak Harto menjadikan denyut jantung meningkat dibandingkan sebelumnya sekitar 26 kali per menit menjadi 70 kali per menit. Pada 15 Juni sekitar pukul 09.15 WIB Soeharto meninggalkan Rumah Sakit. Saat keluar dari gedung Unit Gawat Darurat RSPP, Soeharto dudukdi atas kursi roda dengan mengenakan baju batik warna hijau didampingi putra putrinya, antara lain Sigit Harjojudanto, Ny. Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), Ny. Siti Hediyati (Titiek), Ny. Siti Hutami Hadiningsing (Mamiek), dan Bambang Trihatmodjo. Pada 17 Desember 2001, Soeharto dirawat di LT VI Ruang F RSPP Pertamina. Ketua Tim Dokter Ahli Kepresidenan, Dr Kunendro, mengatakan bahwa Pak Harto menderita radang paru-paru, sesak nafas, dan panas. Oleh karena menyangkut orang tua, menurut dia, maka penyakitnya menjadi lebih berat. Saat masuk rumah sakit, Pak Harto dalam keadaan sadar, namun keadaan kesehatannya memang memburuk sejak Jumat (14/12), sehingga harus dirawat di rumah sakit. Sebelumnya, sakit Pak Harto berusaha diatasi di rumah. Namun, Pak Hato kondisinya saat itu makin memburuk, sehingga secara medis harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pada 28 Desember, pukul 08.50 WIB Soeharto meninggalkan rumah sakit. Soeharto yang mengenakan baju batik dan celana warna gelap tampak naik kursi roda, sedangkan putrinya, Ny. Siti Hardianti Rukmana mendorong kursi roda. Jenderal berbintang lima yang tampak tersenyum tersebut dinaikkan ke kendaraan jenis "family wagon".2002: Pada 12 Agustus 2002, Tim Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang ditunjuk sebagai tim independen untuk memeriksa kesehatan mantan Presiden Soeharto menyatakan, daya ingat penguasa Orde Baru itu sangat lamban dan kerapkali mudah kesal. Tim dokter RSCM yang dipimpin DR dr Akhmal Taher saat memberikan keterangan bersama Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung saat itu, Barman Zahir, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), YW Mere, di pengadilan kasus korupsi HM Soeharto menyatakan, Pak Harto mudah kesal karena sering tidak mampu mengemukakan apa yang ada dipikirannya. Soeharto juga mengalami kesulitan berbicara dan tidak mampu menjawab pertanyaan lebih dari empat kata. Soeharto juga mengalami kesulitan membaca, karena bila membaca lebih dari lima kata, maka pasti ada kata yang tertinggal, dan jika mampu membaca lebih dari empat kata pasti diikuti oleh pengulangan-pengulangan. Pemeriksaan terhadap mantan Presiden itu merupakan perintah Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya yang memerintahkan JPU mengadakan pengobatan dan perawatan terhadap Soeharto sampai sembuh. Apabila Soeharto sembuh, katanya, penguasa ia dihadapkan kembali ke persidangan dalam kaitan kasus penyalahgunaan dana yayasan yang dipimpinnya.2004: Pada 26 April 2004, Soeharto yang saat itu berusia 83 tahun menjalani perawatan di RSPP Jakarta setelah menjalani pemeriksaan kesehatan (medical check up) lantaran masalah saluran pencernaan. Soehardjo, salah seorang kerabat dekat keluarga HM Soeharto, kepada ANTARA News saat itu mengemukakan bahwa Pak Harto juga kelelahan setelah melakukan ziarah ke makam Ibu Tien Soeharto di Solo, Jawa Tengah, sehari sebelumnya. Selain itu, Pak Harto sempat pula mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah. "Di makam Ibu Tien, beliau sempat berjalan kaki menaiki tanjakan sekitar 250 meter, sehingga membuat kelelahan. Pihak keluarga pada sore ini memutuskan beliau menjalani `check up` dan rawat inap di rumah sakit yang mungkin hanya dua hari saja," ujarnya. Pada 5 Mei 2004, Pak Harto kondisi kesehatannya membaik sehingga tim dokter mengijinkan pulang dari RSPP sekitar pukul 09.30 WIB. Ketua tim dokter pemeriksaan RSPP saat itu, Prof Dr Djoko Rahardjo, dan dr Winarni Hudoyo, mengatakan bahwa sakit pendarahan pada usus besar Pak Harto telah mengering. Kandungan haemoglobin dalam darah Pak Harto telah normal 11 gram/deciliter (dl), sedang saat masuk perawatatan ke RSPP (26/4) kadar haemoglobin hanya 6 gram/dl. Dr Winarni Sp.PD menambahkan, Pak Harto sejak masuk ke RSPP mengalami pendarahan pada usus besar, sehingga diberi transfusi darah untuk memulihkan kadar haemoglobin darah yang saat itu hanya 6 gram/dl, dan pada (2/5) telah mendekati normal 10 gram/dl.2005: Pada 7 Mei 2005, Soeharto telah tiga hari mendapat pengawasan secara intensif karena fungsi saluran pencernaannya terganggu. Anggota tim dokter RSPP yang menawasi secara intensif, Prof dr Bob Satyanegara, mengatakan bahwa kondisi mantan Presiden Soeharto saat itu sudah membaik. Tim dokter yang menangani Pak Harto, antara lain dokter spesialis syarat, jantung, internis, radiologi, dan endoskopi. Pada 11 Mei, atau setelah dirawat selama tujuh karena pendarahan pada saluran pencernaan, Soeharto diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Ia meninggalkan rumah sakit sekira pukul 17.00 WIB, meskipun kondisinya masih belum sepenuhnya pulih. Menurut keterangan tim dokter yang menangani Soeharto, saat itu pendarahan saluran pencernaan sudah dapat diatasi, HB sel darah merahnya sudah ada perbaikan, naik dari 7,00 gram persen menjadi 11,6 gram persen. Namun demikian, tim dokter menyebutkan bahwa pemulihan organ-organ vital lainnya, yakni otak, jantung, paru-paru dan ginjal masih belum optimal, sehingga Pak Harto masih memerlukan perawatan intensif dan observasi yang ketat. Pada 4 November 2005 atau hari kedua Lebaran 2005, tepatnya pada Jumat pukul 16.00 WIB, Soeharto dirawat RSPP karena mengalami pendarahan pada saluran pencernaan dan akibat pendarahan tersebut kadar hemoglobinnya menurun. Tanggal 6 November 2005, sekitar pukul 09.25 WIB, Soeharto diperkenankan meninggalkan rumah sakit. Saat meninggalkan rumah sakit tersebut, Pak Harto yang mengenakan kemeja batik berwarna gelap itu menggunakan kursi sambil memegang tongkat, didampingi putri sulungnya, Ny. Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut). Sementara itu, salah seorang dokter yang merawat mantan Presiden Soeharto, dr Haryanto Reksodiputro, kepada wartawan mengatakan bahwa kondisi Pak Harto sudah membaik setelah dua kali menjalani transfusi darah. 2006: Pada 4 Mei 2006 sekitar pukul 18.30 WIB, Pak Harto masuk RSPP untuk menjalani perawatan karena pendarahan usus, setelah dua hari sebelumnya sempat bertemu dengan mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohammad, di kediaman keluarga Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta. Pada 7 Mei, anggota tim dokter Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), dr. Djoko Rahardjo, dokter yang menangani Pak Harto memasang klonoskopi untuk mencari sumber perdarahan. Pada 28 Mei, kondisi Soeharto semakin membaik, dan 31 Mei 2006 diizinkan meninggalkan RSPP.(*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008