Jakarta (ANTARA) - Ketua DPW Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Jawa Tengah, Singgih Tri Sulistiyono, menggelorakan pentingnya revitalisasi kebangkitan nasional seiring adanya gejala melemahnya semangat kebangsaan dari masyarakat.
"Perlu revitalisasi kebangkitan nasional lagi," kata Singgih dalam diskusi bersama media bertema "Merawat Kebangsaan, Menggali Jati Diri Bangsa" di Jakarta, Senin.
Turut hadir dalam acara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia Prasetyo Sunaryo dan sejumlah pegurus LDII lainnya.
Menurut Singgih, terdapat gejala kebangkitan nasional mulai menurun. Salah satu contohnya bagaimana peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei tidak diikuti secara antusias oleh masyarakat.
Masyarakat, kata Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro, justeru sibuk dengan kegiatan lain. Padahal kebangkitan nasional merupakan salah satu unsur pemicu kemerdekaan Indonesia.
Dia mengatakan tidak antusiasnya masyarakat dengan kebangkitan nasional salah satu sebabnya karena banyak dari mereka kurang paham dan menghayati sejarah perjuangan bangsa.
Dengan begitu, kata dia, praktik-praktik terkait nasionalisme turut terdampak. Ada kecenderungan juga masyarakat saat ini mudah dipecah belah oleh berbagai isu dengan komoditi perbedaan. Padahal sejatinya masyarakat adalah satu bangsa meski memiliki ketidaksamaan suku, agama, ras dan lainnya.
Jika persoalan tersebut tidak dikelola dengan baik, Singgih khawatir perselisihan antarsesama unsur bangsa akan terus terjadi dan dapat membesar.
Maka, dia mengusulkan pentingnya merawat nasionalisme melalui penggalian jati diri karakter bangsa dan mengembangkannya.
Pengetahuan sejarah, kata dia, merupakan hal penting untuk terus disosialisasikan lewat berbagai cara dan saluran.
Dia mencontohkan dunia pendidikan dapat menjadi saluran menanamkan jiwa kebangsaan melalui materi-materi sejarah.
Menurut Singgih, pendidikan sejarah dapat membentuk sikap anak bangsa terhadap komunitas bangsanya.
"Dengan pendidikan sejarah, peserta didik tidak hanya menguasai materi dan substansi sejarah tetapi juga mampu memahami dan mengerti masa kini atas dasar pemahaman terhadap masa lampau," kata dia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019