London (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris, David Miliband, menyerukan rujuk bangsa di Myanmar dalam pernyataannya Jumat menandai peringatan ke-60 kemerdekaan negara itu dari Inggris. Ia mendesak penguasa Myanmar terlibat dalam "pembicaraan membangun" sesudah penumpasan berdarah mereka atas penentangan pada September dan menekankan bahwa Inggris tetap mengupayakan "tindakan antarbangsa". "Hari ini menandai peringatan ke-60 kemerdekaan Birma. Kami mengucapkan selamat kepada rakyat Birma atas penanda bersejarah ini," kata Miliband. "Tapi, untuk 45 dari 60 tahun terahir, Burma di bawah kekuasaan tentara. Penumpasan unjukrasa damai pada musim gugur lalu adalah peringatan menyedihkan tingkat keinginan rakyat Birma akan demokrasi, stabilitas dan kemakmuran. Mereka patut menerima yang jauh lebih baik," katanya. Ia mengemukakan, "Kami sekali lagi menyeru penguasa Birma menyambut pembicaraan membangun, yang diminta Daw Aung San Suu Kyi. Hanya lewat perdamaian tulus bangsa, masa depan lebih baik bagi rakyat Birma terwujud." "Inggris tetap menginginkan tindakan antarbangsa atas Birma. Kami mendukung usaha Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ke Birma, Ibrahim Gambari, dan kami bekerja secara akrab dengan mitra Eropa Bersatu kami untuk menekankan perubahan pada penguasa itu," kata David Miliband. Penguasa Myanmar pada jumat menyebarkan polisi huruhara dan truk pemadam kebakaran di tempat kemungkinan panas di Yangon untuk mencegah unjukrasa demokrasi pada peringatan ke-60 kemerdekaan dari Inggris. Polisi kerusuhan itu ditempatkan di bekas Balai Kota ibukota itu dan pagoda Shwedagon serta Sule, semua tempat utama dalam unjukrasa besar, yang meledak pada September. Pejabat pemerintah, yang tidak mau disebutkan namanya, menyatakan pemerintah setempat juga diperintahkan menyiapkan kelompok "Swan-Arr-Shin" (Jago Kekuatan), berandal untuk berjaga jika pegiat pendukung demokrasi mencoba berunjukrasa. Penguasa Myanmar, yang berkuasa 45 tahun di bekas Burma itu, membatasi perayaannya pada upacara ketentaraan di ibukota baru terpencil, Naypyidaw, dan menyiarkan pesan dari pemimpin penguasa Than Shwe. Dengan mengulang semboyan, jenderal besar berumur 75 tahun mendesak 53 juta orang Myanmar "meneguhkan niat membangun negara besar baru, damai, modern dan mengembangkan disiplin". Ia tidak menjelaskan pembicaraan apa pun dengan pemimpin lawan tertahan Aung San Suu Kyi, yang partainya menang besar pemilihan umum pada 1990, tapi ditolak memerintah oleh tentara. Penerima Nobel Perdamaian itu dipenjara atau ditahan rumah dalam belasan tahun terahir. Di markas besar Liga Bangsa untuk Demokrasi (NLD)-nya, sekitar 350 orang mulai dari orang partai hingga diplomat Barat mengadakan upacara terpisah di bawah tatapan polisi rahasia. Sesudah sedikit-dikitnya 31 orang tewas dalam penumpasannya atas unjukrasa September itu, penguasa berada di bawah tekanan berat antarbangsa untuk berbicara dengan Suu Kyi tentang perbaikan politik dan memulihkan kekuasaan warga. "Kami belum melepaskan kesempatan berembuk," kata juru bicara partai itu, Nyan Win, Ia menimpali, "Kami berharap pembicaraan terjadi dan rujuk bangsa muncul pada 2008. Kami ingin 2008 menjadi tahun perdamaian." Myanmar merupakan salah satu harapan tercerah Asia sewaktu merdeka dari Inggris pada 1948. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008