Palangka Raya (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Tengah melalui Subdit Cyber Crime berhasil mengamankan dua orang penyebar ujaran kebencian di daerah itu melalui akun pribadi di media sosial yakni facebook.
"Kedua tersangka ujaran kebencian yang diketahui bernama Risnawati (34) dan Hardianur (23) ditangkap di dua tempat yang berbeda itu, kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ujaran kebencian yang mereka lakukan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalteng Kombes Pol Adex Yudiswan di Palangka Raya, Senin.
Penangkapan pemilik akun facebook Adinda Riswa alias Risnawati itu dilakukan pada 26 Mei 2019 di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur tempat dia mengajar sebagai guru honorer di salah satu sekolah di kabupaten setempat.
Di hari dan waktu yang sama tim cyber crime juga menangkap pemilik akun facebook Nuy alias Hardianur di kediamannya di Jalan Dr Murjani Gang Kurnia Kota Palangka Raya karena keduanya memproduksi tulisan serta gambar ujaran kebencian dan menyebarkannya melalui media sosial.
"Ditangkapnya mereka ini lantaran kepolisian sudah banyak mengamankan bukti hasil produksi ujaran kebencian yang dibuat oleh mereka, yang merasa tidak puas dengan hasil pemilihan presiden tahun ini. Bahkan postingan mereka itu setiap hari diproduksi dan di sebarkan ke media sosial," katanya.
Perwira berpangkat melati tiga tersebut juga menunjukkan hasil postingan yang mereka sebar di facebook, yakni seperti kata-kata 'Kalau bohong dan curang KPU, Polisi, TNI lembaga survei dan Bawaslu kita sumpahin terlaknat dunia akhirat beserta suami istri, orang tua anak dan keluarga' itu yang tertera di akun fecabook Nuy.
Sedangkan di akun facebook Adinda Riswa bertuliskan 'Berkaca di tahun pemilu 2014 silam...pihak Prabowo SDH membawa kejalur sidang MK tetapi apa tetap kecurangan yang akhirnya menang...LADANG MK...SDH DIKUASAI ...jadi PERCUMA ...hanya PEOPLE POWERLAH ,,,yang akan membuktikan kecurangan dan ketamakan penguasa selama ini'.
Bahkan selain postingan kata-kata tersebut gambar-gambar seperti Kapolri serta Presiden Joko Widodo juga ada. Bahkan kata-katanya selalu saja mengundang ke arah yang negatif, sehingga keamanan daerah juga bisa terganggu dengan tulisan-tulisan seperti itu.
"Para tersangka kini dijerat dengan tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 perubahan atas Undang-undang nomor 11 tahun 2018 atau Pasal 14 ayat (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana," katanya.
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukkan, untuk menimbulkan rasa kebencian ataupun permusuhan individu serta kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) sebagai mana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama enam tahun dan dendam paling banyak satu miliar, kata Adex.
Ditambahkan mantan Kapolres Gresik tersebut, pihaknya juga akan terus melakukan pemantauan di media sosial yang berada di wilayah hukumnya. Sebab masih banyak postingan ujaran kebencian yang saat ini beredar di media sosial facebook, instagram serta lain sebagainya.
Pihaknya akan menindak tegas apabila apabila sudah mengamankan sejumlah barang bukti mengenai ujaran kebencian, serta postingan berita bohong serta lain sebagainya di media sosial pribadi milik masyarakat Kalimantan Tengah.
"Masyarakat Kalteng cukup lumayan tidak ikut melakukan hal serupa di media sosial dengan isu-isu mengenai sebelum pemilu maupun setelah pemilu yang sifatnya menyudutkan kelompok lain," tegasnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, seorang tersangka ujaran kebencian sempat pingsan saat hendak digiring menuju ruang penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Kalteng.
Pewarta: Kasriadi/Adi Wibowo
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019