Brisbane (ANTARA News) - Empat orang yang diduga nelayan Indonesia masih ditahan di Pulau Christmas, namun sejak informasi tentang keberadaan mereka diterima akhir 2007, Konsulat RI di Perth hingga Jumat belum mendapat akses dari imigrasi Australia untuk mengetahui status dan kondisi mereka yang sebenarnya.
Wakil Konsul Bidang Penerangan di Konsulat RI Perth, Ricky Suhendar, dalam penjelasannya kepada ANTARA News, Jumat, mengatakan pihaknya terus berupaya mendapat akses kekonsuleran dari imigrasi Australia bagi kepentingan perlindungan warga negara untuk keempat orang nelayan tersebut.
"Yang pasti, menurut catatan bagian kekonsuleran Konsulat RI Perth, keempat orang itu masih ditahan di Pusat Tahanan Pulau Christmas," katanya.
Sebelumnya, 16 orang warga negara Indonesia (WNI) yang berasal dari tiga keluarga nelayan asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, juga sempat ditahan otoritas Australia di pulau yang hanya berjarak sekitar 360 kilometer dari pantai Indonesia dan sekitar 1.600 kilometer dari wilayah terdekat benua Australia itu.
Namun, ke-16 orang "manusia perahu", termasuk 10 orang anak-anak, itu sudah direpatriasi dari Pusat Tahanan Pulau Christmas ke Jakarta pada 15 Desember 2007 lalu.
Dalam repatriasi mereka itu, Ricky mengatakan, ia mendampingi Konsul Dr.Aloysius L.Madja dalam pesawat carter Pemerintah Australia yang mengantar ke-16 orang WNI itu ke Jakarta.
Ditanya tentang apakah ada orang Indonesia yang bermukim di pulau yang dimiliki Australia sejak akhir tahun 1950-an itu, Ricky mengatakan, pihaknya tidak memiliki data otentik tentang hal itu walaupun pejabat imigrasi Australia pernah mengatakan bahwa ada satu orang WNI bermukim di pulau tersebut.
"Tapi informasi ini belum bisa dikonfirmasi. Artinya saya sendiri nggak yakin. Kita asumsikan bahwa tidak ada orang Indonesia bermukim di sana. Cuma beberapa orang pebisnis asal Indonesia memang pernah ke Pulau Christmas karena pulau ini terkenal sebagai penghasil fosfat," katanya.
Para pengusaha Indonesia yang pernah mengunjungi pulau yang menjadi tempat penahanan para pencari suaka yang masuk ke perairan Australia secara ilegal dan kemudian terkenal karena kasus "Tampa" tahun 2001 itu adalah para mitra dagang perusahaan fosfat setempat, katanya.
"Yang pasti, cuacanya sangat mirip Indonesia. Flora dan faunanya pun mirip yang ada di Indonesia. Pulau ini berjarak sekitar tiga jam terbang dari Perth," kata Ricky menambahkan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008