Depok (ANTARA News) - Pakar kriminologi dari Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala, menyarankan pemerintah agar memprivatisasi pembangunan dan pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan (LP). "Daripada pemerintah bingung dari mana biaya untuk membangun LP, lebih baik diprivatisasi saja," katanya di Depok, Jumat. Ia mengatakan, saat ini banyak keluhan yang menyatakan LP selalu kelebihan kapasitas, sehingga terkesan tidak manusiawi lagi, dan pengelolaannya juga kerap bermasalah. "Ini semuanya harus segera diperbaiki," tegasnya. Adrianus mengakui, saran untuk memprivatisasi LP mungkin terlalu radikal, tapi bisa saja diterapkan agar LP di Indonesia menjadi lebih baik. Dikatakannya para penghuni LP juga seharusnya bisa diberdayakan jangan dibiarkan menganggur. Kalau sudah diprivatisasi, tenaga-tenaga tersebut dioptimalkan sesuai dengan keahliannya masing-masing. "Di LP Salemba banyak yang nganggur lebih baik mereka diberdayakan saja," ujarnya. Buruknya pengelolaan LP selama ini, kata Adrianus, karena tidak adanya lembaga yang mengawasi. Dirjen Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang membuat aturan mereka juga yang menjalankan serta mengawasi sehingga menjadi rancu. Adrianus juga menyarankan agar dalam revisi KUHP bukan hanya memasukkan tiga jenis hukuman saja, yaitu hukuman mati, denda, dan penjara badan. Tapi dengan hukuman lainnya, seperti kerja sosial, penjara bersyarat, dan lainnya. "Saya harap ini bisa dimasukan dalam revisi KUHP," katanya. Sedangkan mengenai kriminalitas selama tahun 2007, Adrianus mengatakan, kriminalitas di Indonesia diwarnai oleh "extra ordinary crime" atau kejahatan luar biasa seperti korupsi, terorisme dan narkotika, namun kasus tersebut merupakan kelanjutan dari kasus-kasus yang telah terjadi pada tahun sebelumnya. Untuk kriminalitas konvensional, seperti perkosaan, perampokan hingga pembunuhan selama ini dinilai hanya mengikuti tren yang terjadi pada tahun sebelumnya. Menurut dia, banyaknya kasus yang tidak terungkap selama ini karena adanya kecenderungan perbuatan atau perilaku yang melemahkan penegakan hukum yang ada. "Hal ini terlihat dari masih banyaknya kasus yang diselesaikan dengan mediasi musyawarah, sehingga banyak kasus yang tidak diselesaikan sesuai hukum yang berlaku," jelasnya. Dikatakannya kasus yang terungkap karena banyaknya tekanan dari berbagai pihak seperti media melalui pemberitaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta tekanan dari atasan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008