Kupang (ANTARA) - Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Nusa Tenggara Timur Dr. Acry Deodatus, MA mengatakan, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno tidak perlu menekan Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa Pemilu.
"Ada tata aturan yang sudah mengatur tentang mekanisme penanganan sengketa Pemilu di MK. Tidak bisa ada pemaksaaan secara sepihak," kata Acry Deodatus kepada Antara di Kupang, Senin.
Dia mengemukakan hal itu, ketika dimintai pandangan seputar tuntutan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sesuai dengan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu tuntutan BPN adalah memerintahkan Termohon (KPU-red) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.
Menurut dia, MK dapat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar Pemilu ulang, jika pelaksanaan pemilu sebelumnya tidak sesuai dengan aturan.
Namun, pemilu ulang secara keseluruhan tak mungkin dilaksanakan, kecuali di beberapa wilayah yang memang terbukti telah terjadi kecurangan yang menyebabkan kekalahan pada pasangan calon nomor urut 02 itu.
"Jadi biarlah MK yang memutuskan hal-hal yang menyangkut sengketa pemilu sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Tak perlu ada pemaksaan kehendak," katanya menjelaskan.
Berdasarkan keputusan KPU, jumlah suara sah pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin 85.607.362 suara.
Sementtara jumlah suara sah pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 68.650.239. Sehingga selisih suara sebanyak 16.957.123.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019