Jakarta (ANTARA) - Politikus senior Partai Gerindra, Permadi, yang Senin ini memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan makar terkait ucapan revolusi, mengatakan kata-kata yang dilontarkannya tersebut mengacu pada Presiden Soekarno.
Menurut Permadi, yang ditemui sebelum pemeriksaan, revolusi yang ia ucapkan merujuk pada konteks seruan Presiden Soekarno, bahkan Permadi juga menilai, revolusi dapat dimaknai banyak hal, contohnya revolusi mental.
"Revolusi yang saya maksud kan revolusinya Bung Karno yang multikompleks revolusi mental. Mental harus diubah dari mental orang yang dijajah menjadi tidak dijajah. Menjadi bangsa yang beridikari. Itu harus. Revolusi politik, revolusi ekonomi, revolusi budaya, revolusi industri, semua macam, multikompleks. Termasuk revolusi luar negeri. Bung Karno menolak bantuan luar negeri Amerika dengan mengatakan go to hell," ujarnya.
Karenanya, sembari berkelakar, Permadi menegaskan bahwa ia tidak memiliki niatan untuk melakukan makar atas pernyataan revolusi tersebut.
"Ya bukan untuk makar. Saya tidak pernah makar. Kalau makar tuh makan ayam bakar saya suka hehe," tuturnya.
Senin ini, Permadi tiba di lokasi sekitar pukul 10:40 WIB dan ditemani kuasa hukumnya, Hendarsam Marantoko. Lelaki yang usianya hampir 80 tahun tersebut datang dengan mengenakan kemeja serta celana bahan berwarna hitam.
Permadi sendiri mengaku siap dalam pemeriksaan Senin ini. Baginya, setiap agenda pemanggilan dari pihak kepolisian harus ia hadapi.
"Ini untuk kali kedua diperiksa oleh Siber Polda Metro Jaya yang dulu belum selesai. Sekarang disambung lagi, masih tentang ceramah saya di gedung DPR. Pemeriksaan ya harus siap. Diperiksa polisi, siap tidak siap harus menghadap. Gitu dong," ujar Permadi.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah memeriksa Permadi pada Senin (20/5) pekan lalu. Usai diperiksa Permadi mengaku dicecar 15 pertanyaan oleh penyidik.
Permadi mengatakan, video yang mempertontonkan dirinya menyebut revolusi terjadi pada tanggal 8 Mei 2019. Saat itu, ia mengaku mengucapkan kata revolusi dalam kapasitas sebagai anggota lembaga pengkajian MPR dan diundang sebagai pembicara oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam Forum Rektor.
"Pembicaraan itu bersifat terbatas dan tertutup karena itu saya tidak tahu kalau dibuat video, disebarluaskan mungkin untuk menjerumuskan saya," kata Permadi.
Selain itu, Permadi juga menilai video yang beredar tersebut telah dipotong oleh pihak tertentu. Dalam video itu, Permadi mengaku berbicara sekitar 20 sampai 25 menit.
"Video itu tidak lengkap, saya sudah mendengarkan, benar saya berbicara soal revolusi, tapi tidak seperti yang di video," ujar dia.
Diketahui, pada Kamis (9/5) malam, Permadi dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh seorang pengacara bernama Fajri atas ucapannya yang menyebut kata 'revolusi' dan terlihat jelas dalam sebuah video yang beredar di Youtube. Akan tetapi Fajri urung lapor karena pihak kepolisian ternyata telah melakukan penyelidikan dengan terlebih dulu membuat laporan Model A sebelum pelaporan Fajri.
Esoknya, Jumat (10/5), Permadi kembali dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena menyebut revolusi. Tak tanggung-tanggung, Permadi dipolisikan oleh dua orang yakni Politisi PDI Perjuangan bernama Stefanus Asat Gusma dan Ketua Yayasan Bantuan Hukum Kemandirian Jakarta Josua Viktor.
Laporan Stefanus diterima polisi dalam nomor laporan LP/2885/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimum. Sementara laporan Josua diterima polisi dalam nomor laporan LP/2890/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimum.
Untuk pasal yang diterapkan dalam kedua LP itu adalah pasal dugaan makar yang masuk dalam Pasal 107 KUHP dan 110 KUHP Junto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 4 Junto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019