Badung, Bali (ANTARA) - Rujak "Batu-batu" yang terbuat dari kerang laut yang kerap ditemukan di pinggiran pantai, menjadi menu khas yang disajikan di kawasan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Bali.
"Batu-batu ini dari bahan kerang yang sering dikumpulkan, tiap harinya juga pasti ada, lalu disebut batu-batu mungkin karena cangkang dari kerangnya yang keras ya, beda dengan isinya," kata salah seorang penjual Batu-batu, Bu Wayan, di Tanjung Benoa, Senin.
Ia mengatakan rujak batu-batu ini disuguhkan dengan racikan kuah cuka, garam, dan cabai dan untuk selanjutnya dicampur dengan batu-batu.
Sebelum disantap, Batu-batu yang dikumpulkan dari laut itu diproses terlebih dahulu, seperti dibersihkan, sampai tidak ada tersisa kotoran ataupun cangkang dari kerang tersebut.
Setelah itu, batu-batu direbus sekitar 30 menit dan dibagi menjadi beberapa porsi untuk dijual ke konsumen.
Bu Wayan telah menjual batu-batu kurang lebih 30 tahun di daerah Tanjung Benoa dengan toko yang berpindah-pindah, tetapi pembelinya tidak pernah berkurang.
Ia pun memiliki langganan yang berasal dari daerah Dalung dan juga Kabupaten Buleleng, yang biasa membeli hingga 1-2 kilogram Batu-batu.
Jenis kerang ini ada dua, ada yang berwarna hitam dengan ukuran kerang yang lebih kecil dan juga putih dengan ukuran yang lebih besar. Harga dari kerang berwarna hitam yaitu Rp8.000 dan yang berwarna putih dijual dengan harga Rp5.000.
Batu-batu dan kuahnya dapat disajikan secara terpisah maupun dicampur. Selain itu, Batu-batu dapat diolah dengan direbus atau digoreng sesuai dengan permintaan. Olahan Batu-batu dengan cara digoreng dapat disajikan sebagai bahan lauk pendamping nasi dan sebagainya.
Keberadaan dari Batu-batu sudah diwariskan secara turun temurun dan dijual di sepanjang pinggir pantai di jalan Tanjung Benoa. Pembelinya paling bnayak berasal dari kalangan mahasiswa, hingga para pemandu tur yang membawa tamu asing.
Biasanya, penjual Rujak Batu-batu mendapatkan Batu-batu dari pengepul di Nusa Penida, Klungkung, atau dapat juga dikirimkan dari luar Pulau Bali.
Batu-batu dapat disimpan di dalam lemari es sehingga tahan lebih lama, namun jika diletakkan di lua ruangan akan mudah basi dan tidak layak dikonsumsi lagi.
Seorang pembeli Batu-batu di Tanjung Benoa, Adjie Andreana, mengaku sering membeli Batu-batu sepulang sekolah atau saat libur. Ia kerap membeli dengan porsi yang tidak sedikit.
"Kalau rasanya sendiri tergantung sukanya yang mana ya, saya lebih suka yang putih karena kenyal, lebih enak dan nggak terasa bau amisnya. Sebagai camilan, rasanya juga gurih," tuturnya.
Informasi lain menyebutkan Rujak Batu-batu itu berawal dari kebiasaan masyarakat sekitar Tanjung Benoa Bali menggunakan kerang laut sebagai umpan kepiting, lalu masyarakat mulai mencari tahu olahan apa yang bisa dikreasikan dengan kerang laut hingga tercetuslah ide membuat rujak. Saat ini, juga sudah ada warung rujak yang menjual Rujak Batu-Batu di luar Tanjung Benoa, yakni "Warung Rujak Bali" di Jl. Pattimura, Denpasar.
Baca juga: Kerang mengandung plastik ditemukan di Arktik sampai China
Baca juga: DLHKP imbau warga tidak mengambil ikan-kerang di Teluk Ambon
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019