Jakarta (ANTARA News) - Kuasa Hukum Wakil Walikota Medan Ramly memprotes dan mempertanyakan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjemput paksa kliennya Kamis malam untuk diperiksa di Jakarta."Saya ingin memprotes tindakan KPK. Selama ini Ramly kooperatif dan selalu datang jika dipanggil. Jadi, untuk apa dijemput paksa?," kata kuasa hukum Ramly, Indra Sahnun Lubis, saat dihubungi ANTARA News di Jakarta.Begitu mendengar Ramly dijemput oleh dua penyidik KPK dari Kantor Walikota Medan pada Kamis sore, Indra langsung mendatangi Gedung KPK, Jakarta, untuk memprotes tindakan tersebut. "Tapi, saya belum bertemu dengan pihak yang berwenang," ujarnya. Menurut Indra, Ramly baru akan dipanggil KPK untuk dimintai keterangan pada 8 Januari 2008. "Pekan ini tidak ada panggilan. Jadi untuk apa KPK buang-buang uang untuk menjemput ke Medan sekarang," katanya. Ramly menurut rencana diterbangkan dari Medan pada pukul 21.00 WIB dan tiba di Jakarta pada pukul 23.00 WIB. Setibanya di Jakarta, ia langsung dibawa ke Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta. Walikota Medan, Abdillah, telah lebih dulu ditahan oleh KPK pada 2 Januari 2008 dalam kasus penyalahgunaan APBD Kota Medan periode 2002-2006. Ramly bersama Abdillah telah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus tersebut sejak November 2007. KPK menyatakan akibat perbuatan korupsi yang disangkakan kepada Abdillah dan Ramly, negara dirugikan setidaknya Rp29,69 miliar, yaitu Rp3,69 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran, dan Rp26 miliar dalam kasus penyalahgunaan APBD Kota Medan periode 2002-2006. KPK sudah menerima pengembalian uang dari Ketua DPRD Provinsi Sumut Abdul Wahab Delimunthe sebesar Rp100 juta dan Rp300 juta dari anggota DPRD Sumut, Yulisar Parlagutan Lubis, terkait dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Abdillah dan Ramly. Kasus dugaan korupsi APBD yang melibatkan Abdillah dan Ramly termasuk kasus dugaan korupsi tukar guling 19 aset milik pemerintah kota Medan yang dilepas ke pihak ketiga dengan harga yang lebih rendah dari harga yang wajar. Sebanyak 19 aset yang ditukar guling itu di antaranya kebun binatang Medan seluas 2,9 hektare senilai Rp26,946 miliar, Balai Benih Dinas Perikanan dan Kelautan di Medan seluas 1,7 hektare senilai Rp769 juta dan Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Medan seluas 2.067 meter persegi senilai Rp3,461 miliar, dan SDN 060900 seluas satu hektare di Medan. Jumlah aset tetap yang seharusnya disajikan dalam neraca 2005 adalah saldo hasil penilaian ditambah pengadaan 2004 dan 2005 serta penerimaan atau pengurangan hak atas tanah dan bangunan yang seluruhnya sebesar Rp4,741 triliun. Namun yang dibukukan hanya senilai Rp4,707 triliun sehingga terdapat kekurangan yang dilaporkan sebesar Rp33,784 miliar. Selain kasus tukar guling, Abdillah juga pernah dilaporkan ke KPK untuk kasus dugaan korupsi pendahuluan dana APBD tahun anggaran 2005 senilai Rp10,2 miliar yang digunakan untuk membeli mobil. Untuk kasus pengadaan pemadam kebakaran, Pemkot Medan membeli dua unit mobil pemadam kebakaran berjenis Mitsubishi Morita ML F4 30, masing-masing senilai Rp12 miliar, yang dianggarkan dalam APBD tahun 2005. Nilai yang dianggarkan oleh Pemkot Medan itu lebih tinggi Rp3 miliar dibanding yang dianggarkan oleh Pemprov Sumatera Utara senilai Rp9 miliar. Padahal, mobil yang dibeli oleh Pemprov Sumatera Utara adalah jenis dan spesifikasi yang sama dengan yang dibeli oleh Pemkot Medan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008