Medan (ANTARA News) - Pengamat hukum Abdul Hakim Siagan, SH, MHum menilai penahanan Walikota Medan Abdillah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat mengejutkan. "Sangat-sangat mengejutkan karena baru sekarang Abdillah ditahan, padahal sudah sejak lama dia bersama Wakil Walikota Medan Ramli ditetapkan sebagai tersangka," katanya ketika menjawab ANTARA NEws di Medan, Kamis. Abdillah ditahan sejak Rabu (2/1) malam, sekitar pukul 20.45 WIB, setelah diperiksa KPK sebagai tersangka selama 12 jam di Gedung KPK di Jakarta. Sebagai tahanan KPK, Abdillah dititipkan di Rutan Polda Metro Jaya. Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah, menyatakan, akibat perbuatan korupsi yang disangkakan kepada Abdillah, negara dirugikan setidaknya Rp29,69 miliar, yaitu Rp3,69 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan Rp26 miliar dalam kasus penyalahgunaan APBD Kota Medan periode 2002-2006. Abdillah dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang. KPK juga telah menetapkan Wakil Walikota Medan Ramli sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan APBD Kota Medan periode 2002-2006. Ramli rencananya juga akan diperiksa KPK sebagai tersangka, Kamis,(3/1). Kasus dugaan korupsi APBD yang melibatkan Abdillah dan Ramli termasuk dalam kasus dugaan korupsi tukar guling 19 aset milik Pemerintah Kota Medan yang dilepas ke pihak ketiga dengan harga yang lebih rendah dari harga yang wajar. Siagian menilai penahanan Abdillah sangat mengejutkan karena baru sekarang ditahan, padahal sudah sejak lama ditetapkan sebagai tersangka. Menurut dia, sesuai prinsip-prinsip penegakan hukum yang juga menjadi hak tersangka dan dijamin dalam KHUP, proses hukum itu sendiri harus berlangsung cepat, sederhana dan murah. Abdillah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran sejak Juli 2007, sementara untuk kasus penyalahgunaan APBD Kota Medan periode 2002-2006 juga sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2007. "Biasanya KPK langsung menahan seseorang pada saat dia ditetapkan sebagai tersangka dan itu tidak diterapkan terhadap Abdillah dan juga Ramli. KPK harus menjelaskan hal ini kepada publik karena ini menyangkut standar yang menjadi acuan KPK dalam menjalankan proses penegakan hukum," ujarnya. Penahanan Abdillah juga dinilai sangat mengejutkan karena sepanjang pengetahuan Siagian sejauh ini belum ada bukti-bukti nyata adanya kerugian negara berdasarkan proses audit yang dilakukan baik oleh pihak auditor internal (BPKP) maupun oleh auditor eksternal (BPK). "Padahal dalam sebuah kasus korupsi untuk mengetahui telah terjadi kerugian negara harus dibuktikan melalui audit internal maupun eksternal. Sementara sepanjang yang saya tahu sampai kini belum ada bukti-bukti berdasarkan audit itu," katanya. Karenanya, menurut praktisi hukum yang kini duduk sebagai anggota DPRD Sumut itu, sudah menjadi kewajiban KPK untuk menjelaskan persoalan itu secara transparan kepada publik. "Berdasarkan prinsip transparansi KPK harus menjelaskan hal ini. Jadi tidak ada kesan target-targetan atau tebang pilih dalam penangan kasus korupsi oleh KPK," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008