Kami mengutuk keras aktor intelektual kericuhan itu sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa
Kediri (ANTARA) - Gerakan Pemuda Ansor Kota Kediri, Jawa Timur, menuntut agar polisi segera mengungkap aktor intelektual yang memicu kericuhan 22 Mei di Jakarta, hingga menyebabkan korban jiwa.
"Kami mengutuk keras aktor intelektual kericuhan itu sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa," kata Wakil Ketua Banser Kota Kediri M. Kholik di Kediri, Sabtu.
Gus Kholik, sapaan akrabnya mengatakan Banser serta GP Ansor sebagai perwakilan pemuda Indonesia sangat menghargai adanya perbedaan pendapat dalam menyikapi hasil penghitungan KPU.
Jika ada pihak yang merasa tidak puas dengan hasil penghitungan tersebut, mereka bisa memanfaatkan lembaga resmi di MK. Nantinya akan diputuskan setelah melihat berbagai bukti dan keterangan dari saksi.
"Selama masih dalam bingkai konstitusional, kami menghormati sikap kawan-kawan yang melakukan aksi menyampaikan pendapat di Bawaslu," kata dia.
Pihaknya juga sangat mengecam keras pelaku intelektual, provokator yang mengirim ratusan massa pada Selasa (21/5) sekitar pukul 23.00 WIB untuk memprovokasi Polri dan TNI.
Untuk itu, polisi harus tegas dan menangkap aktor intelektual di belakang aksi massa tersebut.
Pihaknya percaya dan mendukung sepenuhnya langkah-langkah Polri dan TNI dalam mengendalikan situasi kamtibmas di masyarakat. Dengan mengungkap dan menangkap aktor intelektual kericuha, makar dan kemungkinan jaringan teroris yang menyusup dalam gerakan ini, diharapkan nantinya bisa memberikan efek jera.
"Kami sebagai perwakilan pemuda di Indonesia telah memerintahkan pengurus dari tingkat provinsi, kota hingga kecamatan untuk meredam isu sensitif, menangkal hoaks dan perbanyak kegiatan pemuda. Kami siap maju di depan untuk menangkal hoaks, radikalisme dengan kolaborasi dan kreasi pemuda dan pemerintah," kata Gus Kholik.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Kediri. Mereka mengecam dan mengutuk aksi kekerasan yang mewarnai unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu Jakarta, pada Selasa - Rabu (21-22/5), terlebih lagi dilakukan saat bulan suci Ramadhan.
"Kami sangat mengecam dan meminta segera dihentikan aksi kekerasan dan kericuhan yang ditimbulkan dari aksi demo yang mengusik ketenangan beribadah di bulan Ramadhan itu," kata Ketua Ketua PCNU Kota Kediri KH Abu Bakar Abdul Djalil.
Gus Ab, sapaan akrabnya, meminta semua pihak menahan diri dari tindakan kekerasan guna mencegah lebih banyak lagi jatuh korban.
"Tuduhan kecurangan Pemilu Presiden harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada, bukan melalui anarkisme dan jalur jalanan," kata dia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo sebelumnya mengatakan pihaknya telah menangkap 300 orang terkait aksi berujung kericuhan yang berlangsung pada 21-22 Mei. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang mencapai 257 orang.
Polisi saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang ditangkap tersebut. Polisi sebelumnya telah mengamankan barang bukti berupa kendaraan, uang dalam pecahan rupiah maupun dolar, senjata tajam, bom molotov, alat komunikasi, kamera, hingga petasan berbagai ukuran.
Dalam insiden itu, delapan orang dikabarkan meninggal dunia dan 905 lainnya harus menjalani perawatan medis. Empat dari delapan korban tewas diautopsi di RS Polri, sementara empat korban lainnya dibawa pulang keluarga karena menolak autopsi.
Baca juga: Pengamat: Kericuhan 22 Mei agar jadi momen perubahan kultur politik
Baca juga: Jurnalis asal Yogya diduga hilang saat aksi 22 Mei
Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019