"Huntara untuk korban bencana ini merupakan bantuan dari seseorang yang merasa prihatin dengan pergeseran tanah yang merusak rumah di Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung. Ditargetkan bisa selesai sebulan setelah Lebaran," kata Kepala Desa Kertaangsana Agus Sudrajat di Sukabumi, Sabtu.
Dari pantauan di lokasi, huntara itu dibangun di lahan seluas satu hektare di Kampung Cigaregoh yang jaraknya sekitar satu kilometer dari lokasi bencana. Selain itu, kondisi ratusan pengungsi di pengungsian memprihatinkan karena selain dingin, lantainya berdebu dan rentan terserang penyakit.
Kondisi pengungsi pun harus hidup serba terbatas, namun ada hal positif yang ditemukan di lokasi pengungsian selama Ramadhan ini kebersamaan warga lebih terasa bahkan tidak hanya berbuka puasa saja yang bersama-sama. Tetapi saat sahur dan melaksanakan ibadah solat pun mereka selalu berjamaah.
Menurutnya, progres pembangunan huntara ini tidak bisa diburu-buru karena ini merupakan bantuan dari pihak non-pemerintah. Namun yang menjadi apresiasi pihaknya bangunan huntara ini sangat memadai berbeda dengan huntara lainnya di lokasi bencana.
Pihak pemberi bantuan membangun hunian ini dengan menggunakan rangka baja ringan sehingga kenyamanan korban bencana lebih memadai. Adapun fasilitas huntara yang disediakan antara lain sebanyak tiga unit barak untuk warga yang ukurannya masing-masing 10 x 20 meter, satu unit masjid ukuran 10x10 meter
dan satu unit bangunan gudang plus dapur umum ukuran 18x10 meter.
Huntara ini bisa menampung sekitar 161 jiwa yang dikhususkan untuk korban bencana. Bahkan, pihak pemberi bantuan akan menjamin kehidupan para pengungsi itu selama dua tahun. Tentunya dengan adanya bantuan dari orang dermawan itu menjadi berkah tersendiri untuk korban.
"Maka dari itu, kami mengimbau kepada siapapun untuk mendukung pembangunan huntara ini jangan sampai diganggu apalagi mengganggu proses pembangunan. Sebab huntara tersebut sangat dibutuhkan oleh korban bencana pergeseran tanah," tambahnya.
Di sisi lain, Agus mengatakan kondisi Kampung Gunungbatu saat ini sudah seperti kampung mati bahkan pergeseran tanah semakin parah dan tanah yang amblas hampir di seluruh kampung yang rata-rata kedalamannya satu hingga tujuh meter. Tidak ada lagi rumah warga yang bisa dihuni, biasanya pada Ramadhan kampung ini cukup ramai karena penduduknya cukup padat.
Pewarta: Aditia Aulia Rohman
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019