Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak bisa disalahkan terkait tindak kekerasan yang menimpa pengikut aliran Ahmadiyah. "Sebenarnya kasus penyerangan terhadap Ahmadiyah tidak dapat ditimpakan kesalahannya kepada MUI karena keputusan yang menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran menyimpang telah ada sejak tahun `80-an," kata Hasyim di Jakarta, Rabu. Hasyim mengemukakan hal itu menyusul pernyataan sejumlah kalangan bahwa kekerasan terhadap pengikut Ahmadiyah dipicu fatwa MUI yang mengharamkan aliran tersebut. "Kalaupun sekarang ada keputusan lagi tentu bersifat penegasan," katanya. Menurut Hasyim, kesalahan justru terletak pada "penyerbuan" yang dilakukan sekelompok massa yang telah melakukan tindakan main hakim sendiri di negara hukum seperti Indonesia. Pemerintah melalui aparat keamanan, kata Hasyim, seharusnya mencegah pihak-pihak yang bertindak main hakim sendiri secara hukum. Namun, lanjut Hasyim, di sisi yang lain penanganan terhadap Ahmadiyah sendiri juga harus jelas secara hukum agar tidak memberi peluang para "ekstrimis" berbuat semena-mena. "Di sini kelihatan aparat dan pemerintah kurang sigap sehingga kedahuluan ekstrimis," katanya. Hasyim dengan tegas menyatakan berbagai "serangan" yang ditujukan pada MUI, termasuk menuntut pembubaran lembaga itu, merupakan manuver yang memiliki tujuan lebih jauh dan luas dari sekedar masalah Ahmadiyah. "Dia merupakan bagian gerakan global yang ingin terus mereduksi nilai ajaran agama melalui gerakan neoliberalisme," katanya. Pada abad pertengahan, katanya, neo liberalisme telah mereduksi ajaran kristen dan katolik di Eropa. Indonesia tidak mungkin lepas dari sasaran gerakan tersebut karena dua faktor, yakni kekayaan alam dan berpenduduk Islam terbesar di dunia. "Maka saya peringatkan agar warga NU dan umat Islam Indonesia jangan sampai larut dalam gerakan ini sehingga melakukan `gol bunuh diri` terhadap agama dan negaranya sendiri," katanya. Sebaliknya, tambah Hasyim, MUI sendiri juga harus berhati-hati, yakni jangan mengadopsi fikiran dan perorangan yang berpolitik transnasional yang bergerak dari kendali politik luar negeri, serta tidak mau tahu terhadap bangunan negara republik dengan segala filsafat dan aturan main bangsa. "Kalau MUI melakukan hal tersebut, MUI akan dibenturkan terus menerus dengan republik proklamasi melalui langkah-langkah yang bersumber dari MUI sendiri," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008