"Kami membuka posko pengaduan terkait kekerasan kericuhan 22 Mei, terutama karena masih ada dugaan anak-anak yang hilang dan belum ditemukan oleh keluarga," kata Jasra dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, kericuhan 22 Mei sebagian terjadi di sekitar permukiman penduduk dengan anak menyaksikan dan merasakan situasi yang mencekam pada hari tersebut.
KPAI, lanjut dia, meminta Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Pemerintahan Daerah Jakarta agar melakukan pendampingan psikologis terhadap trauma yang dialami anak-anak di sekitar titik kericuhan.
"Hal ini perlu dilakukan agar anak-anak tidak merasakan ketakutan serta bisa menjalankan aktivitas sosialnya anak secara baik," katanya.
KPAI, kata dia, mengimbau seluruh pihak apabila menemukan anak-anak berada di dekat lokasi kericuhan apapun agar segera mengevakuasi / membawa anak-anak tersebut ke zona aman sehingga terhindar dari kegiatan yang membahayakan diri mereka.
Dia juga meminta polisi untuk mengusut tuntas tiga korban anak yang meninggal termasuk yang sedang dirawat di rumah sakit akibat kericuhan 22 Mei 2019.
"KPAI terus melakukan koordinasi dengan kepolisian untuk mengetahui penyebab tindakan kekerasan terhadap anak sehingga terjadi kematian pada korban anak.," kata dia.
Jasra menyayangkan peristiwa kericuhan yang terjadi sehingga menimbulkan kekerasan dan korban terhadap anak. Data awal anak yang meninggal sebanyak tiga orang, dua orang luka dirawat di RS Tarakan dan puluhan korban anak mengalami luka. Beberapa dari mereka sudah diperbolehkan pulang.
KPAI, kata dia, terus melakukan pemantauan di rumah sakit lain yang sedang merawat anak korban kerusuhan tersebut. KPAI juga menyerap masukan dari laporan masyarakat termasuk laporan awak media.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019