Batam (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Batam menyatakan, pemerintah seharusnya menghapus tambahan biaya untuk bahan bakar (fuel surcharge) yang dipungut maskapai penerbangan nasional kepada konsumen.
"Praktik itu harus dihentikan pemerintah karena selain merugikan konsumen, negara juga kehilangan pemasukan dari pajak pertambahan nilai (PPN)," kata Bendahara YLK Batam H Thamrin, Selasa.
Pemerintah, khususnya Menteri Keuangan juga perlu meneliti penerapan "fuel surcharge" yang sudah 17 bulan dilakukan maskapai anggota INACA, kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Batam Fachry Agusta.
"Fuel surcharge" yang dipungut perusahaan angkutan udara berjadwal, menurut YLK Batam, semakin menjadi-jadi sejak INACA memberlakukannya pada Mei 2006 sebesar Rp 20 ribu per tiket per rute penerbangan.
Besar pungutan yang ditetapkan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Niaga Nasional (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) tersebut bertambah sejalan dengan naiknya harga minyak mentah dunia.
Pada periode Mei-September 206 besarnya Rp20 ribu, kemudian mulai Oktober 2007-Juli 2007 menjadi Rp40 ribu. Lalu, Agustus-September 2007 Rp60 ribu.
Kemudian, Rp80 ribu (Agustus 2007), Rp100 ribu (November 2007), dan pada Desember 2007 hinggap di Rp145 ribu dengan alasan untuk mengejar harga avtur.
Fachry kepada ANTARA mengatakan, dari gundukan uang itu, pemerintah tidak mendapatkan pemasukan sebab perusahaan pemungut, tidak membayar PPN dari "fuel surcharge".(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008