"Semua kabupaten akan secara bersama-sama mengupayakan pengendalian serentak dan terkolaborasi dengan semua pihak," kata Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur (NTT) Dominggus Minggu Mere saat membuka pertemuan Konsorsium Malaria Sedaratan Sumba di Tambolaka, Sumba Barat Daya, Jumat.
Ia mengatakan kolaborasi penanganan dibutuhkan karena tiga kabupaten di Pulau Sumba masuk dalam zona merah kasus malaria, mengindikasikan kondisi pulau itu sudah darurat malaria.
"Pengendalian malaria harus dilakukan secara bersama-sama karena malaria tidak mengenal batas administrasi," katanya.
Menurut data Dinas Kesehatan NTT, sampai akhir 2018 tercatat ada 13.809 kasus positif malaria di Sumba, dengan rincian 8.400 kasus di Sumba Barat Daya, 3.027 kasus di Sumba Barat, 1.811 kasus di Sumba Timur, dan 571 kasus di Sumba Tengah.
Jumlah kasus positif malaria di Pulau Sumba mencakup 76 persen dari seluruh kasus positif malaria di NTT yang jumlahnya 18.053 kasus.
Pertemuan Konsorsium Malaria Sedaratan Sumba di Tambolaka, yang berlangsung hingga Minggu (26/5), mempertemukan empat bupati dari Sumba serta pejabat seluruh dinas kesehatan di empat kabupaten itu dan Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unicef).
Malaria pada manusia disebabkan oleh protozoa parasit Plasmodium falciparum, P. malariae, P. ovale dan P. vivax. Parasit malaria menular melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, yang biasanya hanya menggigit antara senja hari hingga fajar.
Baca juga:
PMI bagikan kelambu antinyamuk cegah malaria di Pulau Sebesi
Sulbar susun pokja eliminasi malaria
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019