"Saya pikir ini (gim 11 poin) adalah hal yang tepat dilakukan untuk membuat bulu tangkis menghibur, kita perlu terus-menerus melakukan perbaikan dan kemudian membuat produk kita lebih baik. Jika kita tidak melakukan itu, kita akan menjadi stereotip dan tidak akan menarik bagi generasi mendatang," kata Presiden BWF Poul-Erik Hoyer Larsen dikutip dari Xinhua, Kamis.
Perubahan sistem poin dari 21 menjadi 11 ini pernah disampaikan di Bangkok tahun lalu. Namun, sistem skor baru yang diusulkan untuk membuat durasi pertandingan lebih pendek sehingga menarik lebih banyak penggemar itu, ditolak dalam pertemuan tahunan di Bangkok tersebut.
Namun, dalam berlangsungnya Piala Sudirman 2019 di Nanning, China, Inggris mengalahkan Denmark dalam pertandingan maraton selama enam jam pada Senin malam, memunculkan kembali diskusi mengenai sistem skor baru tersebut.
"Mereka (anggota BWF yang memilih menolak gim 11 poin) mungkin merasa bahwa ini terlalu dekat dengan Olimpiade di Tokyo 2020. Mungkin mereka ingin mempertimbangkan ini setelah Tokyo 2020 dan kemudian melakukan perubahan. Maka kita harus menunggu dan lihat apa yang akan terjadi," kata Poul-Erik.
Selain itu, BWF mempunyai proyek baru yang disebut "AirBadminton", yang diluncurkan di Guangzhou pekan lalu, untuk membuat olahraga ini lebih menghibur bagi penggemarnya.
"Kami ingin semua orang memainkan bulu tangkis. Maka kami baru saja meluncurkan AirBadminton, ini sebenarnya sangat baik. Langkah berikutnya adalah menyebarkannya. Kami mengawalinya dengan AirBadminton di China, akan menarik melihat bagaimana penggemar bulu tangkis China menerima dan menggunakan kesempatan ini untuk kebaikan bulu tangkis," katanya.
AirBadminton dirancang untuk menciptakan kesempatan bagi orang dalam berbagai usia untuk memainkan bulu tangkis di permukaan keras, rumput, dan pasir di lapangan, taman, jalanan, taman bermain dan pantai.
PBSI berkeberatan dengan kebijakan skor baru
Pewarta: Fitri Supratiwi
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2019