Kairo (ANTARA News) - Prancis tidak akan berhubungan lagi dengan Suriah hingga pihak Damaskus (ibukota Suriahj) menunjukkan keinginannya untuk membiarkan Libanon mengakhiri krisisnya sekarang ini dan menunjuk seorang presiden baru, kata Presiden Nicolas Sarkozy, Minggu. Prancis "tidak akan lagi berhubungan dengan Suriah...hinga kami memiliki bukti keinginan Suriah untuk membiarkan Libanon menunjuk presiden melalui konsensus", Sarkozy mengatakan pada wartawan, menyusul pembicaraan di Kairo dengan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Bekas penguasa kolonial Prancis "menginginkan seorang presiden untuk Libanon", kata Sarkozy. "Inilah waktunya untuk memberikan bukti (dari kemauan baik), inilah waktunya bagi Suriah untuk menunjukkannya." "Inilah waktunya bagi Suriah untuk membuktikan dengan fakta yang negara itu belum berhenti katakan dalam pidato. Kita sekarang menunggu tindakan di pihak Suriah dan bukan pidato," katanya. Tentara Suriah telah meninggalkan Libanon pada 2005 setelah kehadiran hampir 30 tahun, tapi pihak Damaskus terus dituduh campurtangan dalam urusan Libanon. Baru bulan lalu, Sarkozy minta Presiden Suriah, Basar al-Assad, untuk membuka kembali kontak tingkat-tinggi setelah putus tiga tahun dalam upaya untuk mengakhiri krisis politik Libanon di Liabnon, media Suriah melaporkan pada waktu itu. Dan juga pada November, ketika Menlu Prancis, Bernard Kouchner, ulang-alik antara para pemimpin yang bersaing di Beirut, dua pembantu Sarkozy juga menemui Assad di Damaskus. Libanon telah tanpa presiden sejak 23 November ketika Emile Lahoud yang sedang memegang jabatan mengakhiri masa jabatannya dengan partai-partai yang bersaing tidak dapat menyetujui seorang pengganti. Pemilihan parlemen untuk menunjuk presiden telah ditangguhkan 11 kali di tengah pembagian cepat antara pemerintah Perdana Menteri Fuad Siniora yang pro-Barat dan oposisi, yang didukung oleh Suriah dan Iran. Pada Minggu, Sarkozy juga mengatakan bahwa Perancis akan membebaskan dana untuk membiayai pengadilan yang dibentuk untuk mengadili mereka yang berada di balik serangkaian pembunuhan di Libanon yang dimulai dengan pembunuhan mantan perdana menteri Rafiq Hariri 2005. Pengadilan Khusus untuk Libanon itu juga akan mengadili tersangka dalam serangan lainnya terhadap tokoh Libanon anti-Suriah yang dilakukan antara Oktober 2004 dan Desember 2005 jika mereka terkait dengan pembunuhan Hariri. Penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan membuktikan pembunuh Hariri mengenali beberapa orang yang mungkin terlibat dalam pembunhan itu, tapi belum ada orang yang dituduh. Banyak orang di Libanon menyalahkan Damaskus karena serangan itu, tuduhan yang telah dibantah oleh Suriah. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007