Jakarta (ANTARA) - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi menilai batalnya BPN Prabowo-Sandi mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis ini menunjukkan ketidaksiapan BPN dalam menyiapkan gugatan berserta bukti-bukti.
BPN baru akan mengajukan gugatan pada Jumat (24/5) atau hari terakhir batas waktu melayangkan gugatan.
"Dulu waktu menggugat hasil Pilpres 2014 juga dilakukan hari terakhir. Gembar-gembornya akan membawa 10 truk kontainer bukti kecurangan, ternyata satu truk pun tidak pernah muncul," kata Ari di Jakarta, Kamis.
Ari mengatakan, mempersiapkan gugatan sengketa hasil pemilu sambil mengumpulkan bukti-bukti otentik dalam tenggat waktu tiga hari adalah bukan hal yang mudah.
"Siapa pun penggugatnya harus fokus dan bekerja keras dalam waktu tiga hari tersebut," kata Ari.
Menurut Ari, BPN seperti tidak fokus dan terkuras energinya oleh demonstrasi pendukungnya yang berujung rusuh dua hari ini.
"Seharusnya mereka meminta demonstran pulang, dan BPN fokus mempersiapkan gugatan," kata pengajar di sejumlah kampus ternama ini.
"Karena yang bisa mengubah penetapan KPU adalah putusan MK, bukan demonstrasi. Jadi, energi di jalan kemarin harusnya dipindahkan ke ruang sidang. Kalau sudah begini habis duluan kan energinya sehingga kesulitan mengumpulkan bukti-bukti," tambah Ari.
Sebelumnya laporan tentang kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang diajukan BPN ditolak oleh Bawaslu. Menurut Ari hal ini juga menunjukkan BPN tidak siap dengan bukti-bukti.
"Masak bukti yang diajukan print out dari berita-berita di media online. Ya jelas ditolak Bawaslu kalau begitu. Untuk membuktikan klaim kecurangan TSM perlu bukti-bukti otentik, bukannya laporan pemberitaan," kata mantan wartawan ini.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019