Para mahasiswa itu menginginkan tragedi "Jumat Kelabu" yang menewaskan banyak orang tersebut bisa terungkap dan menyeret aktor intelektualnya ke meja pengadilan untuk dijerat sanksi hukum.
"Kami anak muda tidak boleh lupa akan sejarah. Ini tragedi kelam yang harus terungkap dan jadi pelajaran untuk ke depannya tidak terulang lagi," kata Suwarni, salah satu mahasiswi yang berorasi di perempatan Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Mahasiswa mengawali aksinya dengan "long march" dari Gedung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) menuju Simpang Empat Kantor Pos Banjarmasin Tengah di Jalan Lambung Mangkurat.
Aksi penyampaian aspirasi keprihatinan para intelektual muda itu pun berjalan tertib dengan dikawal petugas dari Polresta Banjarmasin.
Nampak sejumlah Polwan diterjunkan untuk memberikan pengamanan yang humanis, sehingga mahasiswa yang menjalankan aksi juga merasa nyaman dan mengapresiasinya.
Tragedi 23 Mei 1997 di Kota Banjarmasin terjadi saat berlangsung kampanye terbuka Partai Golkar. Saat itu Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang diselenggarakan serentak pada tanggal 29 Mei 1997. Pemilu itu merupakan yang terakhir kali diselenggarakan pada masa Orde Baru setelah Presiden Soeharto lengser 21 Mei 1998.
Massa konvoi simpatisan Golkar dihadang oleh sejumlah kelompok di jalan-jalan dan berujung aksi anarkis hingga kerusuhan massal yang menghanguskan banyak pusat keramaian seperti Mitra Plaza di Jalan Pangeran Antasari, Plaza Junjung Buih di Jalan Lambung Mangkurat, dan sejumlah tempat lainnya.
Penjarahan di pertokoan-pertokoan itu menewaskan banyak orang lantaran terjebak api yang menghanguskan gedung yang hancur dirusak massa.
Pewarta: Firman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019