Islamabad (ANTARA News) - Sebagaimana pembunuhan lainnya dalam sejarah politik Pakistan, masyarakat dunia mungkin tak akan pernah tahu siapa pembunuh Benazir Bhutto, sekalipun para pengamat mengatakan, ada banyak pihak yang mungkin merupakan pelakunya. Terdapat banyak kemungkinan motif pembunuhan tersebut karena negeri itu memiliki banyak badan intelijen, puluhan kelompok garis keras, ratusan suku, serta pihak militer yang menjangkau setiap sudut kehidupan warga Pakistan, demikian laporan AFP. Pemerintah Pakistan secara cepat menuding Al-Qaeda, namun penyebutan itu sekedar cara paling mudah untuk menyamaratakan berbagai kelompok militan, padahal keadaan yang sebenarnya jauh lebih kompleks, kata para pengamat. Hubungan Pemerintah Pakistan dengan kelompok-kelompok garis keras, berupa pelatihan untuk bertempur di Kashmir atau untuk merebut kekuasaan di Afghanistan, mengharuskan aparat sendiri menjawab pertanyaan-pertanyan yang timbul, ungkap para pengamat. "Sudah jadi rahasia umum bahwa beberapa badan intelijen memelihara hubungan dengan kelompok-kelompok garis keras maupun kelompok sektarian, hal itu dimulai sejak intervensi militer Uni Soviet ke Afganistan," kata pengamat politik, Hasan Askari. "Meski Pakistan telah turut serta dalam perang global melawan terorisme, selalu ada keragu-raguan apakah badan-badan tersebut sudah sepenuhnya memutuskan hubungan mereka dengan elemen garis keras," kata mantan ketua jurusan ilmu politik di Universitas Punjab itu. Semua pemimpin tiga badan intelijen Pakistan adalah mereka yang masih aktif atau purnawirawan militer, dan militer telah berkuasa selama lebih dari setengah umur mereka -- selain itu, mereka punya sejarah sendiri dengan keluarga Bhutto. Setelah Bhutto pada Oktober selamat dari serangan teror terburuk dalam sejarah Pakistan, dia menuding pelakunya adalah sisa-sisa rezim Jenderal Zia ul-Haq. Rezim tersebut menumbangkan pemerintahan ayahnya pada 1977 dan dua tahun kemudian mereka melaksanakan hukuman gantung kepada sang perdana menteri terguling, Zulfikar Ali Bhutto. Presiden Pervez Musharraf menjabat pemimpin militer saat merebut kekuasaan lewat kudeta pada tahun 1999, dan dia bertahan sebagai panglima militer hingga lebih dari sebulan lalu. Dia menyudahi karier militernya hanya karena tekanan kuat yang menginginkan Pakistan berada di tangan supremasi sipil. Keputusan Mushharraf untuk menjadi sekutu AS sesudah peristiwa 11 September 2001, membuat marah kaum garis keras. "Mereka punya tujuan menciptakan tempat berlindung di Pakistan, dan dari Pakistan mereka melaksanakan agenda radikal," kata seorang pejabat anti-terorisme yang minta tidak disebut namanya. "Rencana aksi mereka adalah melenyapkan para pemimpin dan menyerang sasaran-sasaran yang sangat merugikan lembaga-lembaga negara," kata pejabat itu. "Rencana jangka panjang mereka adalah mendestabilisasi Pakistan sehingga mereka leluasa bergerak." Kawasan Pakistan utara yang merupakan wilayah suku-suku, menjadi tempat berlindung bagi inti keras Arab Al-Qaeda, termasuk Osama bin Laden setelah kabur dari Afghanistan pada November 2001. Dari kawasan pegunungan tersebut, Al-Qaeda merencanakan aksi teroris seperti dua kali percobaan pembunuhan terhadap Musharraf serta pemboman kereta bawah tanah pada 7 Juli 2005 di London. Kelompok-kelompok garis keras tersebut punya tujuan yang berbeda-beda, namun mereka disatukan oleh kebencian terhadap Bhutto yang punya pendekatan sangat populis serta pro-Amerika Serikat (AS). Para pengamat mengatakan bahwa pembunuhan Bhutto dapat dipandang membahayakan sikap tegas Musharraf yang telah menaklukkan kelompok-kelompok garis keras. "Pada akhirnya, pemerintah mesti menerima tanggung jawab atas keadaan yang membuat peristiwa-peristiwa tersebut terjadi," kata Rasul Baksh Rais dari Ilmu Manajemen Universitas Lahore. "Walaupun pemerintah tampaknya tidak mendapat keuntungan dari pembunuhan Bhutto, mereka tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab," kata Rais. "Pemerintahan Musharraf harus menjawab banyak pertanyaan," ujarnya. Pakistan mempunyai sejarah panjang untuk tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Para tokoh politik seperti Jenderal Zia, Murtaza dan Shahnawaz yang merupakan saudara laki-laki Bhutto, serta Perdana Menteri pertama Pakistan Liaqat Ali Khan, tewas lewat cara yang misterius dan hingga kini siapa pelakunya masih diperdebatkan. "Berdasarkan rekam jejak pembunuhan tokoh-tokoh penting perpolitikan, tidak seorangpun yang memperkirakan bahwa penyelidikan terhadap pembunuhan Bhutto akan mengungkap pelaku sebenarnya. Pembunuhan seperti itu tidak terungkap. Kasus-kasus itu selamanya tidak akan terselesaikan," demikian Askari. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007