Jakarta (ANTARA) - Sebanyak enam nyawa melayang, ratusan korban terluka, 25 mobil terbakar, dan berbagai fasilitas umum rusak, akibat kericuhan di beberapa titik di Jakarta Pusat sepanjang Rabu 22 Mei 2019, sejak dini hari.
Kericuhan yang dilakukan oleh massa bayaran massa pengangguran dan bertato, dari luar Jakarta yakni dari Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, untuk berbuat brutal dan anarkis dan sengaja dirancang untuk mengganggu ketertiban umum dan mengganggu keamanan di Ibu Kota Negara .
Belum lagi kerugian lain yang disebabkan oleh mereka, seperti sebagian layanan umum dan jual beli di Pasar Tanah Abang yang tutup, layanan berbagai moda transportasi umum yang terbatas, ruang gerak publik yang terganggu di sekitar Jalan MH Thamrin akibat penutupan jalan.
Pertanyaan besarnya adalah siapa dalang dari kericuhan oleh massa yang menungganggi aksi massa damai yang menyasar ke KPU dan Bawaslu, menyusul penetapan hasil Pemilu Presiden oleh KPU dan putusan Bawaslu yang menolak karena tidak ada bukti-bukti kuat atas laporan BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi atas dugaan terjadinya kecurangan pemilu terstruktur, sistematis dan masif mengenai pelibatan aparatur sipil negara oleh pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto menyebutkan pemerintah sudah mengetahui dalang dari aksi kerusuhan yang terjadi pada Selasa malam hingga Rabu dini hari di sejumlah titik di Jakarta.
"Kami sebenarnya sudah mengetahui dalang aksi tersebut dan aparat keamanan akan bertindak tegas," kata mantan Panglima ABRI itu.
Menurut dia, berdasarkan rangkaian peristiwa hingga kerusuhan pecah, pihaknya melihat ada upaya membuat kekacauan nasional.
Hal itu, kata dia, terlihat dari pernyataan tokoh-tokoh yang kemudian menyalahkan aparat keamanan atas jatuhnya korban jiwa.
Wiranto melihat ada upaya membangun kebencian hingga antipemerintah.
Padahal, kata dia, ada aksi brutal yang dilakukan kelompok lain selain pengunjuk rasa adalah preman bayaran.
"Mereka menyerang petugas, merusak asrama Polri di Petamburan, membakar sejumlah kendaraan, dan aksi brutal lain," ujarnya.
Ia juga menduga ada skenario sehingga pemerintah memastikan melakukan investigasi terhadap kericuhan 22 Mei.
"Ada niatan atau skenario untuk membuat kekacauan dengan menyerang petugas, membangun antipati pemerintah dan membangun kebencian pemerintah yang sedang melakukan upaya kesejahteraan," tutur Wiranto.
Wiranto juga menyebut pelaku kericuhan yang terjadi itu oleh preman-preman bayaran.
Polisi mengungkapkan bahwa kericuhan tersebut sengaja dirancang (setting), berdasarkan pengakuan sementara dari para pelaku yang telah ditangkap. Sedikitnya 257 orang pelaku kericuhan yang ditangkap itu telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sebuah mobil ambulans putih bergambar partai politik, dari Tasikmalaya, Jawa Barat, juga telah disita dan di dalam mobil itu ditemukan tumpukan batu, berbagai peralatan lain, serta amplop berisi uang.
Polri menduga massa yang membuat kericuhan di sejumlah titik itu merupakan massa bayaran.
"Bukan peristiwa spontan tapi 'by designed', 'setting'-an. Diduga ini massa 'setting'-an, massa bayaran untuk menciptakan rusuh," ucap Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol M Iqbal.
Polisi menemukan uang sebesar Rp6 juta dari massa bayaran tersebut. "Ditemukan di mereka, amplop berisikan uang totalnya hampir Rp6 juta, yang terpisah amplop-amplopnya. Mereka mengaku ada yang bayar," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menguatkan indikasi tersebut.
Para pelaku, menurut Argo, kebanyakan berasal dari beberapa daerah di Jawa Barat yang telah merencanakan aksi kerusuhan di Jakarta.
"Para tersangka ini kebanyakan dari luar Jakarta, dari Jawa Barat kemudian datang, bertemu beberapa orang di sana, kemudian sedang kami cari siapa orang yang ditemui," ujar Argo.
Setelah berkumpul, para pelaku kemudian bergerak menuju asrama Brimob Petamburan dan melancarkan kericuhan di sana. Terkait hal ini, polisi juga sudah memiliki barang bukti rekaman.
"Kemudian merencanakan menyerang asrama polisi di Petamburan. Ada barang buktinya, ada rekamannya, ini sudah di-setting melakukan penyerangan ke polisi," ujarnya.
Para pelaku, menurut Argo, memang sengaja ingin berbuat kericuhan dengan menyerang sejumlah lokasi di Jakarta, seperti salah satunya asrama Brimob Petamburan.
"Di Petamburan ada batu, busur, dan sudah tertata di pinggir jalan. Jadi, massa datang sudah siap. Kami sedang cari siapa yang siapkan barang tersebut," ungkapnya.
Argo menambahkan massa yang datang ke Petamburan memang sengaja mengincar asrama Brimob.
Dari pengakuan pelaku kericuhan yang ditangkap, diketahui bahwa mereka dibayar oleh seseorang.
"Pelaku datang dari Jawa Barat ke Sunda Kelapa, bertemu seseorang di sana, dan sekarang lagi kami gali," kata Argo Yuwono.
Hal itu terbukti dengan adanya pembicaraan lewat grup WhatsApp yang menyebarkan ajakan penyerangan dan juga melaporkan situasi kericuhan.
Di tempat kejadian perkara ditemukan sejumlah uang yang ada di dalam amplop yang sudah bertuliskan nama-nama yang diduga pelaku.
"Uang ini digunakan sebagai operasional," imbuh dia.
Kericuhan juga sudah terencana karena peralatan yang dipakai untuk menyerang petugas disiapkan oleh yang merencanakan kericuhan, bukan dari orang-orang yang terlibat bentrok.
"Batu dan busur sudah tertata di pinggir jalan, jadi massa yang datang sudah siap, siapa yang menyiapkan barang sedang kami cari," katanya.
Usai bentrok, kepolisian menetapkan 257 orang tersangka terdiri atas 72 tersangka diamankan di Bawaslu, 156 orang di lokasi kerusuhan Petamburan, dan 29 tersangka di Gambir.
Selain mengamankan sejumlah uang, kepolisian juga mengamankan clurit, batu, mercon, petasan dan busur panah.
Pelaku disangkakan melanggar pasal 170 KUHP dan 212, 214, 218, dan untuk pelaku kericuhan di Petamburan dikenakan juga pasal 187 terkait pembakaran.
Presiden Joko Widodo menyatakan tidak akan memberikan toleransi kepada siapapun yang akan mengganggu keamanan negara.
"Tidak ada pilihan, TNI dan Polri akan menindak tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," katanya didampingi Wapres M Jusuf Kalla dan sejumlah menteri dan pejabat setingkat menteri.
Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Jokowi menyatakan mempunyai kewajiban untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan.
Ia mengingatkan telah disediakan oleh konstitusi bahwa segala perselisihan, sengketa pemilu itu diselesaikan melalui Mahmakah Konstitusi.
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019