London (ANTARA News) - Para rekan Benazir Bhutto, mantan Perdana menteri (PM) Pakistan yang tewas dibunuh pada Kamis (27/12), semasa kuliah di Universitas Oxford, Inggris, mengingat putri Zulfiqar Ali Bhutto itu sebagai mahasiswi "berapi-api dan menyenangkan". Benazir bangkit di dunia politik setelah ayahnya digulingkan dari jabatan PM Pakistan, bahkan dihukum gantung oleh rezim militer pimpinan Presiden Zia Ul Haq. Padahal, Ali Bhutto adalah PM Pakistan pertama yang dipilih langsung oleh rakyatnya. Benazir selalu menjadi sosok terkenal di universitas tersebut, bahkan ia terpilih menjadi ketua masyarakat debat "Oxford Union". Dia adalah perempuan Asia pertama yang meraih jabatan itu, dan langsung menarik perhatian media di seluruh dunia. Dia disebut-sebut menyelenggarakan beberapa pesta-pesta terbaik di universitas itu, selain mengendarai mobil sport MG kuning. Bhenazir belajar ilmu politik, filsafat dan ilmu ekonomi di Lady Margaret Hall sejak 1973, dan kemudian menjadi anggota kehormatan sekolah itu. Margaret Hall didirikan pada 1878 dan menjadi pelopor pendidikan perempuan di Oxford. Benazir pernah menggambarkan tahun-tahunnya di universitas itu sebagai yang terbaik dalam hidupnya. Ia dilaporkan pernah menyebut dirinya berperahu di Sungai Cherwell, serta piknik di Blenheim Palace, rumah leluhur mantan PM Inggris, Winston Churchill. Alan Duncan, juru bicara Partai Konservatif Inggris, telah kenal Benazir selama 31 tahun, dan pernah menjadi manajer kampanye Bhutto untuk jabatan Presiden Oxford Union pada 1976. Persahabatan mereka berlanjut setelah lulus dari universitas itu, bahkan keduanya saling mengirim e-mail hanya beberapa hari sebelum Benazir dibunuh. Duncan ketika itu mengirim e-mail yang menyebut dirinya berikrar akan mengunjungi Pakistan untuk menyaksikan Benazir diambil sumpahnya sebagai PM untuk ketiga kalinya. "Dia berapi-api dan menyenangkan, seorang sosok yang sangat dominan," kata Duncan kepada AFP. "Dia sebelumnya di Harvard, jadi dia sedikit lebih tua dibanding kami. Dia luar biasa gigih," ujarnya. Teman Bhutto lainnya, Victoria Schofield, seorang penulis, sebagaimana dikutip harian Independent pada awal tahun ini, mengatakan bahwa Benazir "bukan sosok yang terlupakan" di universitas tersebut. "Dia biasa keluar untuk bergaul. Dia punya banyak teman, dan pada tahun-tahun selanjutnya, persahabatan itulah yang selalu dia ingat, karena masa itu adalah sangat menyenangkan baginya," kata Schofield. Rektor Lady Margaret Hall, Doktor Frances Lannon, mengatakan bahwa Benazir "sangat terkenal sebagai mahasiswa cerdas yang punya banyak kawan di sini." Duncan mengatakan bahwa ayah Benazir, Zulfiqar Ali Bhutto, digulingkan dari pemerintahan Pakistan hanya beberapa hari setelah Benazir Bhutto terpilih sebagai ketua pada perkumpulan bergengsi Oxford Union itu. Pembunuhan Benazir telah menyebabkan gelombang protes di universitas itu dengan mahasiswa dan akademikus sebagai pesertanya. "Selama dia menjadi ketua, berbagai kampanye dan pertemuan di selenggarakan seluruh Oxford," kata Duncan. Dia mengatakan, peristiwa hukuman gantung Zulfiqar Ali Bhutto pada 1979 oleh rezim militer Jenderal Zia-ul Haq, merupakan pendorong Benazir Bhutto untuk "memasuki politik secara sungguh-sungguh". Teman lainnya di Oxford, penulis Tariq Ali, menyuarakan pandangannya lewat koran Guardian: "Dia bukan seorang politikus alami, dia selalu ingin menjadi seorang diplomat, tetapi sejarah dan tragedi yang dia alami secara pribadi mendorongnya ke arah yang berlainan. Kematian sang Bapaklah yang mengubahnya." (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007