Jakarta (ANTARA News) - "Saya ingin dunia lebih memahami Indonesia. Indonesia terkadang dihakimi oleh persepsi, bukan realitas," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai buku karyanya, "Indonesia On The Move". Menurut Kepala Negara, dalam beberapa kesempatan dirinya sempat mendengar komentar sejumlah diplomat asing yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang tidak mudah dipahami. "Mari kita ubah jadi gamblang dipahami. Dunia lebih memahami Indonesia, dan Indonesia lebih memahami dunia," katanya dalam pidato sambutannya saat meluncurkan bukunya itu. Presiden Yudhoyono menjelaskan bahwa melalui bukunya berusaha memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang Indonesia. Oleh karena itu, dalam bukunya dapat ditemui seluruh perkembangan Indonesia, permasalahan dan agenda nasional. Pembangunan berkelanjutan dalam bingkai reformasi. "Saya mengenalkan nilai dasar dan jati diri bangsa sebagai negara, karakter kita harus dipahami sahabat-sahabat kita," ujar Presiden, yang sore itu mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna merah. Mengenai pemilihan judul "Indonesia On The Move" yang diterbitkan oleh Bhuana Ilmu Populer, Kepala Negara mengatakan itu didasarkan pemikiran bahwa "Indonesia is a nation on the move, bukan a nation in waiting". Sebuah fase baru yang sedang dilalui dan dikerjakan oleh bangsa Indonesia. "Kita tidak ingin jadi bangsa yang menunggu terus," katanya mengenai judul buku yang sampulnya berupa foto Kepala Negara dan Ibu Negara dalam salah satu kunjungan kerja ke Papua. Presiden menegaskan bahwa pemilihan judul itu tidak berlebihan, karena dalam 10 tahun terakhir Indonesia telah berubah, bergerak maju sekalipun juga muncul sejumlah masalah baru. "Meskipun kita belum puas dan masih banyak yang harus dikerjakan tapi kita on the move," ujarnya. "Indonesia On The Move" berisi kumpulan tulisan dan pidato yang pernah disampaikan Presiden Yudhoyono di berbagai forum nasional maupun internasional selama kurun 2005-2006. Dalam "Indonesia On The Move" Presiden Yudhoyono memaparkan pemikirannya yang berangkat dari kekayaan intelektual yang diperoleh bukan saja dari kegemarannya pada buku namun juga pengalaman empiris yang menyertai hidupnya. Melalui buku keduanya itu, Presiden Yudhoyono mencoba membuktikan betapa kegemarannya pada buku telah ikut mengantarnya menjadi pemimpin negara yang memiliki pengetahuan luas dan empati pada berbagai persoalan berbangsa dan bernegara serta hubungan antar negara, guna mengajak publik mencintai buku dan gemar membaca. Presiden Yudhoyono, antara lain memaparkan mengenai kerjasama internasional yang saling percaya dan menghormati, pengentasan kemiskinan, perdamaian Aceh, melanjutkan pembangunan, meneruskan demokratisasi dan membangun kembali perekonomian. Kepala Negara juga menguraikan Pancasila dalam konteks sejarah, masa kini dan masa depan dalam dimensi kenegaraan, politik, sosial budaya serta ekonomi-sosial. Sebagai penanda peluncuran dan peredaran buku itu Presiden Yudhoyono akan menyerahkan tujuh eksemplar buku "Indonesia On The Move" kepada 10 tokoh berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, akademisi, diplomat, dan duta besar. Sementara itu, karya pertama Presiden Yudhoyono yang bertajuk "Transforming Indonesia" berisi kumpulan pidatonya periode 2004-2005. Sepintas lalu, Kepala Negara juga menyebutkan bahwa timnya tengah menyiapkan buku ketiga. Pada kesempatan itu, Presiden Yudhoyono juga mengatakan bahwa ia menerima kritikan mengenai tidak adanya versi bahasa Indonesia dari kedua bukunya. "Saya upayakan tim untuk membuat versi bahasa Indonesia," katanya.Dengan versi bahasa Indonesia dari buku tersebut setidaknya Indonesia dan pemikiran Presiden Yudhoyono tidak hanya dipahami masyarakat internasional, namun dapat secara mudah dipahami pula oleh publik awam di dalam negeri. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007