Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak publik Indonesia untuk membangun masyarakat gemar membaca untuk menuju masa depan yang lebih baik. "Saya mengajak, marilah kita membangun diri, membentuk masyarakat yang gemar membaca, ...membaca itu investasi dan dapat mengubah nasib," kata Yudhoyono di sela acara peluncuran buku keduanya, "Indonesia On The Move", di Jakarta, Jumat. Menurut Kepala Negara, manusia dan bangsa yang berhasil adalah mereka yang terus belajar dan untuk belajar dapat melalui membaca. "Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang belajar, masyarakat yang belajar adalah masyarakat yang membaca," katanya. Oleh karena itu Presiden Yudhoyono tidak setuju pada pendapat yang menyebutkan bahwa teori tidak sepenting pengalaman atau ilmu pengetahuan tidak sepenting kreativitas dan seni. "Saya tidak setuju, ...menurut pengalaman saya semua sama penting," tegasnya. Disebutkan, mengambil kebijakan dan keputusan strategis dengan tepat dan cepat juga memerlukan ilmu pengetahuan selain seni. Pada kesempatan itu Kepala Negara secara khusus mengimbau seluruh kepala daerah untuk ikut mengembangkan budaya membaca di kalangan masyarakat, termasuk mereka yang berada di daerah terpencil. "Harus diakui di Indonesia budaya tutur atau lisan masih lebih disenangi, ....bukan berarti tidak baik, hanya saja perlu dilengkapi dengan budaya membaca," jelasnya mengenai budaya membaca bangsa Indonesia yang masih rendah. Ia kemudian mencontohkan mengenai jumlah perpustakaan dan toko buku yang belum sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia. Lebih lanjut Presiden Yudhoyono mengungkapkan kegemarannya membaca yangtelah berlangsung sejak lama. "Saya selalu menyisihkan waktu untuk membeli buku, ...sejak saya berpangkat letnan, saya dan keluarga sering ke toko buku," katanya. Presiden Yudhoyono memang dikenal selalu menyempatkan pergi ke toko buku di setiap kunjungannya ke daerah atau luar negeri. "Selalu ada buku-buku baru yang menarik, ...lagi pula kita harus terus meningkatkan kemampuan dan kepribadian dengan membaca," katanya mengenai kebiasaannya mengkoleksi buku. Kini jumlah koleksi buku di perpustakaan pribadi Presiden Yudhoyono telah berjumlah 17 ribu buku. "Dulu untuk seorang letnan, ..., untuk membeli buku, saya harus berdiskusi dahulu dengan istri apakah mengganggu dapur atau tidak," katanya. Mengingat tidak seluruh penduduk Indonesia mampu membeli buku-buku bermutu maka Presiden Yudhoyono mengimbau para pengusaha dan masyarakat mampu untuk turut berperan aktif dalam menggalakkan budaya membaca. Ia juga mengapresiasi upaya Ibu Negara Ani Yudhoyono dan para istri menteri Kabinet Indonesia Bersatu yang membentuk "Rumah Pintar" --semacam perpustakaan-- dan program "books-drop" yang memungkinkan masyarakat mampu menaruh buku di kotak-kotak yang telah disediakan bagi masyarakat tidak mampu. Data Direktur Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan warga yang buta aksara mencapai 18,1 juta orang, sebagian besar merupakan anak-anak tapi 4,35 juta orang yang buta aksara tersebut termasuk dalam kelompok usia produktif yakni antara 15-44 tahun. Minat baca warga yang bisa baca tulis juga terhitung rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga termasuk Vietnam. Saat ini, jumlah toko buku di Indonesia sekitar 600 buah, yang a 160 di antaranya mempunyai jaringan nasional, selebihnya lokal. Jumlah penerbit sebanyak 1.200 buah dengan 800 penerbit menjadi anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dan jumlah perpustakaan dari berbagai jenis sebanyak 4.257.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007