Bandung (ANTARA News) - Bencana alam gerakan tanah atau longsor masih potensial terjadi di ratusan titik di Indonesia pada 2008 mendatang, sebagian besar akibat perubahan alih fungsi dan tata lahan yang salah. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencaga Geologi (PVMBG), Surono, di Bandung, Jumat, memprediksi jumlah korban jiwa akibat longsor tahun depan masih di atas 200 orang dengan jumlah kasus sekitar 70-an, seperti terjadi dua tahun terakhir ini. "Saya berharap ramalan saya ini salah, kalaupun benar saya kira angka itu tidak akan terlalu jauh. Kerusakan hutan menjadi penyebab utamanya ditambah curah hujan yang tinggi," kata Surono. Menurut Surono, dalam tiga tahun terakhir ini kasus korban longsor selalu di atas 200-an jiwa dengan titik lokasi kejadian gerakan tanah dengan status menengah-tinggi. Jumlah kasus longsor pada 2007 sebanyak 73 kasus dengan korban jiwa sebanyak 271 orang sedangkan tahun sebelumnya terjadi sebanyak 70 kasus dengan korban tewas sebanyak 243 jiwa. Bahkan pada tahun 2005 korban tewas akibat longsor sebanyak 539 jiwa. "Karakter bencana longsor dengan korban jiwa yang besar dalam dua tahun ini relatif sama. Diawali longsoran kecil, warga tidak ngungsi dan terjadilah longsor susulan," katanya. Surono mengimbau agar masyarakat di lokasi rawan longsor untuk langsung mengungsi bila terjadi curah hujan tinggi serta secepatnya menutup retakan tanah bila terjadi di perbukitan. Ia menyebutkan, Jawa masih menjadi kawasan paling rawan bencana gerakan tanah. Masih cukup banyak pemukiman penduduk di kawasan tebing baik di atas maupun di bagian lembah perbukitan. "PVMBG sudah memberikan rekomendasi agar beberapa kawasan pemukiman di sana direlakukan relokasi, tapi masih ada yang bertahan dengan berbagai alasan," katanya. Surono mengungkapkan, pelatihan pengawas bencana gerakan tanah bukan langkah terbaik yang bisa dilakukan. "Obat paling manjur mengantisipasi bencana gerakan tanah saat ini adalah memperbaiki tata lahan yang sudah rusak serta proses relokasi penduduk di kawasan rawan bencana," katanya. Surono menyebutkan, sosialisasi dan penyebaran peta rawan bencana gerakan tanah dalam beberapa tahun terakhir ini cukup efektif. Kesadaran masyarakat untuk direlokasi dari lokasi rawan bencana sudah mulai meningkat. Ia mencontohkan proses relokasi 172 kepala keluarga di Cikatomas Kabupaten Tasimalaya berjalan lancar, demikian proses relokasi di kawasn rawan longsor di Cipanas Kabupaten Garut juga sudah mulai dilakukan. "Penetapan kebijakan pembangunan selayaknya tak hanya sebatas kepentingan ekonomis tapi perlu mempertimbangkan keselamatan, keamanan dan ketenangan masyarakat," ucapnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007