Jakarta (ANTARA) - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menjelaskan kronologi aksi unjuk rasa menolak hasil Pemilu 2019 di depan Kantor Bawaslu RI yang kemudian berujung ricuh.

Tito mengatakan, usai berdemonstrasi sejak Selasa (21/5) siang, massa peserta aksi melaksanakan shalat magrib berjamaah dan buka puasa bersama di depan Kantor Bawaslu pada pukul 18.00 WIB.

"Ada permintaan dari peserta aksi untuk agar dilanjutkan dengan Shalat Isya dan Tarawih, akhirnya kami perbolehkan," kata Kapolri Tito di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu.

Tito mengatakan, setelah itu petugas Kepolisian bernegosiasi dengan massa untuk membubarkan diri dan hal itu dipatuhi oleh massa demonstran.

Kemudian sekitar pukul 23.00, dari arah Tanah Abang, muncul sekelompok pemuda berjumlah sekitar 300-400 orang dan melempari polisi yang sedang berjaga di depan Kantor Bawaslu dengan batu, petasan dan bom molotov.

"Langkah petugas mendorong mereka untuk mundur," katanya.

Polisi berupaya mendorong massa untuk mundur ke kawasan Tanah Abang dan Jalan Kebun Kacang dengan menyemprotkan water cannon ke arah massa.

Sementara pada Rabu pukul 03.00 dini hari, di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, ada sekelompok pemuda menyerang Asrama Brimob dan membakar tiga kendaraan pribadi.

"Sehingga terjadi bentrok. Personel Sabhara back up, massa di Petamburan dan di depan Bawaslu dapat dibubarkan," katanya.

Tito juga menyebutkan massa juga sempat berusaha menyerang Asrama Polisi Cideng, Jakarta Pusat.

Selain itu massa juga ada yang melakukan aksi membakar ban bekas di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. "Massa sekitar 100 orang hingga 150 orang," katanya.

Mantan Kepala BNPT ini menduga para pelaku kerusuhan dan perusakan di sejumlah lokasi di Jakarta itu bukanlah massa yang berdemo di depan Gedung Bawaslu pada Selasa (21/5).

Baca juga: Kapolri tunjukkan senjata api untuk aksi 22 Mei
Baca juga: Polri selidiki korban tewas akibat kerusuhan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019