Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta, agar persengketaan atau masalah yang muncul dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) diselesaikan menurut Undang-Undang (UU), dan peraturan yang berlaku sehingga tidak mengorbankan stabilitas dan keamanan antar anggota masyarakat. "Saya berharap, apabila terjadi masalah atau fakta pemungutan suara, para kontestan benar-benar bisa menahan diri dan berjiwa besar," kata Presiden Yudhohono, usai melantik Panglima TNI, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad), dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau), di Istana Negara, Jumat. Presiden mengemukakan, dalam penyelenggaraan Pilkada semua pihak menghormati kewenangan yang ada. Sesuai dengan Undang-Undang bukan hanya kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan KPU Daerah, tetapi semua kewenangan lembaga-lembaga terkait, seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). "Jika ada pebedaan penafsiran soal hasil pilkada, maupun sengketa kewenangan mari kita tempuh melalui jalur yang benar. Ada MK ada MA untuk menetapkan siapa yang berwenang untuk memutuskan apa dan menetapkan apa," kata Presiden. Kepala Negara mengambil contoh perjalanan politik dan demokrasi Pakistan, di saat menjelang pemilihan umum ada kompetisi yang dibayar mahal yang ditandai dengan tewasnya mantan Perdana Menteri (PM) Pakistan, Benazir Bhutto. "Saya benar-benar menekankan untuk mencegah kekerasan dan pengerahan massa yang akan memperburuk situasi politik sosial dan keamanan di daerah tempat pilkada berlangsung. Karena itu, kita harus bisa mengelola dan memperbaiki apa yang terlah berlangsung baik di negeri ini agar tidak terjadi gangguan seperti yang dihadapi di negara lain, seperti Pakistan," ujar Presiden. Presiden Yudhoyono juga menyoroti bahwa dalam penyelenggaraan pilkada ada manuver-manuver politik yang tidak sehat. Siapa pun calon gubernur, bupati dan walikota yang memimpin daerah diminta tidak lantas memobilisasi masyarakat berhadapan satu sama lain yang dampaknya akan buruk dan bisa mengganggu jalannya pemerintahan di daerah tersebut. "Ada pikiran atau nalar jika satu calon tidak berhasil menang dalam Pilkada, lantas memunculkan ide pemekaran daerah. Saya kira itu keluar dari konteks dan hanya akan menimbulkan permasalahan baru yang tidak semestinya terjadi," katanya. Presiden juga menengarai, ada kelompok yang jika tidak berhasil menang dalam Pilkada justru menggerakan elemen masyarakat memboikot atau tidak mensukseskan program pemerintahan daerah yang ada. "Saya kira ini tidak benar. Kita ingin membangun demokrasi dengan baik, kita betul-betul ingin adanya etika dan aturan main politik yang sehat," katanya. Oleh karena itu, kata Presiden, dibutuhkan kematangan, kearifan dan jiwa besar dari semua yang berkompetisi dalam pemilihan ini sehingga betul-betul bisa meletakkan landasan yang baik demi mencegah hal-hal yang tidak baik. Terhadap masyarakat yang daerahnya bermasalah dalam pilkada, Presiden meminta, tidak begitu saja terpengaruh dengan ajakan-ajakan yang tidak tepat. Presiden juga menyoroti tingginya biaya atau ongkos penyelenggaraan pilkada dari setiap konstentan. "Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, saya berkewajiban secara moral untuk kembali mengingatkan agar semua berpikir jernih bagaimana membangun demokrasi di negeri ini," katanya. Presiden berpendapat, kalau ongkos politik begitu mahal atau tidak wajar, maka selesai kompetisi hampir pasti menimbulkan masalah. Kepala Negara mengajak semuah pihak untuk secara betul membuat pilkada efisien dan hemat, tidak terlalu menghamburkan uang. Lebih baik dana tersebut digunakan untuk keperluan lain, seperti peningkatan pendidikan dan kesehatan. "Saya tidak ingin para kontestan siapa pun itu tidak tergoda mencari dan menggunakan dana yang jumlahnya benar-benar melebihi kepantasan, tidak wajar. Sebab kalau dana yang dikumpulkan dari sumber yang tidak benar dan dengan cara yang tidak benar, maka dikhawatirkan akan ada upaya untuk mencari dana yang lebih besar lagi dengan cara yang tidak benar pula," kata Presiden. Sekali lagi, kata Presiden, ongkos politik selalu ada di mana pun, namun jumlahnya mestinya wajar dan kemudian didapatkan dari sumber-sumber yang benar dan cara-cara yang benar. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007