Paris (ANTARA News) - Para pemimpin dunia menyampaikan kemarahan atas pembunuhan pemimpin oposisi Pakistan Benazir Bhutto, Kamis, dan mengutuknya sebagai serangan terbuka terhadap demokrasi di Republik Islam Pakistan. Presiden Amerika Serikat (AS), George W. Bush, yang pemerintahnya memiliki hubungan dengan Pakistan dalam "perang melawan teror", menyebut pembunuhan tersebut "aksi pengecut" dan menelepon Presiden Pakistan, Pervez Musharraf, untuk menyampaikan dukungan. "AS dengan keras mengecam aksi pengecut ini oleh kaum ekstrem pembunuh yang berusaha merusak demokrasi di Pakistan. Kami bersama rakyat Pakistan dalam perjuangan melawan kekuatan teror dan ekstrem," kata Bush. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, menggambarkannya sebagai "kejahatan keji" yang "merupakan serangan terhadap kestabilan di Pakistan dan proses demokrasinya" menjelang pemilihan umum yang dijadwalkan 8 Januari. Dewan Keamanan (DK) PBB keluar dari sidang darurat mengenai pembunuhan tersebut dengan pernyataan yang mengutuk "aksi teror keji ini". Gelombang rasa terkejut akibat pembunuhan itu menyentak harga minyak melampaui 97 dolar AS per barel dan menggetarkan pasar bursa AS, sementara Dow Jones Industrial Average merosot 1,41 persen. Sedikit-dikitnya 10 orang tewas dalam kerusuhan yang meletus di beberapa kota besar Pakistan sebagai reaksi atas pembunuhan itu, dan pemerintah di seluruh dunia mendesak Islamabad, agar menjamin kestabilan sebelum pemilihan anggota parlemen, demikian laporan Kantor Berita Prancis (AFP). Benazir, yang dua kali menjadi Perdana Menteri (PM) Pakistan dan pemimpin partai politik paling tangguh di Pakistan, ditembak di tengkuk dan dada oleh seorang penyerang sebelum pelaku serangan itu meledakkan dirinya pada pertemuan terbuka politik di Rawalpindi, sehingga menewaskan tidak kurang dari 20 orang. Hal itu adalah serangan bunuh diri kedua yang ditujukan kepada Benazir (54), sejak ia kembali dari delapan tahun hidup di pengasingan yang diputuskannya sendiri pada Oktober 2007. Serangan pertama menewaskan 139 orang, tapi Benazir selamat. Tetangga Pakistan, yang khawatir kerusuhan merembes kalau kondisi Pakistan --yang memiliki senjata nuklir-- tak terkendali, bereaksi cepat. PM India, Manmohan Singh, mengatakan bahwa pembunuhan Benazir menjadi pengingat mengenai "bahaya bersama" yang dihadapi oleh India dan Pakistan. "Nyonya Bhutto bukan pemimpin politik biasa, tapi orang yang meninggalkan jejak mendalam pada masa dan zamannya," kata Singh. Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, yang bertemu dengan Benazir hanya beberapa jam sebelum kematiannya, menyebut pembunuhan itu sebagai aksi "yang sangat brutal" terhadap salah seorang perempuan terkemuka di dunia Islam. "Saya sangat berduka, sangat sedih bahwa saudari kita yang berani ini, putri besar dunia Muslim ini tak lagi bersama kita," katanya. Di Eropa, PM Inggris, Gordon Brown, mengatakan Benazir "dibunuh oleh para pengecut yang takut pada demokrasi". Sementara itu, Kanselir Jerman, Angela Merkel, mencap aksi pembunuhan itu sebagai "aksi teroris pengecut" yang dirancang untuk merusak kestabilan Pakistan. Secara terpisah, Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, menyebut bahwa pembunuhan tersebut sebagai "aksi menjijikkan". Sedangkan, PM Italia, Romano Prodi, mengutuk "fanatisme" yang mengakibatkannya dan Spanyol berbicara mengenai "serangan terbuka terhadap demokrasi Pakistan". Komisi Eropa menyatakan, pembunuhan itu adalah "serangan terhadap demokrasi dan terhadap Pakistan", sementara itu Slovenia --yang memangku jabatan bergilir Uni Eropa pekan depan, menyatakan peristiwa tersebut dapat membahayakan pemilihan umum. Presiden Rusia, Vladimir Putin, pun mengatakan bahwa berharap "pelaku kejahatan akan ditemukan dan mereka diganjar hukuman yang layak". Sedangkan, Menteri Luar Negeri Kanada, Maxime Bernier, berkata, "Keinginan anti-demokrasi para pelakunya sangat jelas." (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007