Bandarlampung (ANTARA News)- Lembaga kajian The Indonesian Institute (TII) menyarankan agar modernisasi kemampuan militer Indonesia, terutama Angkatan Laut-nya, disesuaikan dengan kebutuhan untuk mempertahankan integritas dan kedaulatan Indonesia. Dengan demikian, modernisasi dan penguatan kemampuan militer, terutama TNI AL, tidak perlu disesuaikan dengan rencana modernisasi militer negara lain, seperti Australia dan Malaysia, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan Indonesia sendiri, kata Direktur Eksekutif TII, Jeffrie Geovanie, saat diminta tanggapannya, di Jakarta, Rabu. Jeffrie menyebutkan rencana modernisasi militer suatu negara sering dikaitkan dengan perlombaan persenjataan di kawasan regional tertentu, seperti di Asia Pasifik. Meski pihaknya kurang yakin modernisasi kemampuan kapal selam Australia akan memacu perlombaan persenjataan di kawasan Asia Pasifik, namun ia mengatakan kemampuan militer Indonesia memang perlu diperkuat dengan modernisasi, terutama TNI AL, namun disesuaikan dengan kebutuhan Indonesia. Australia akan mengembangkan armada kapal selam baru yang mampu membawa peluru kendali jarak jauh serta kapal selam kecil yang canggih, untuk mengantisipasi persaingan persenjataan di kawasan Asia Pasifik. Menteri Pertahanan Australia, Joel Fitzgibbon, seperti dikutip Harian "The Australian" telah meminta pembuatan rencana pengembangan generasi baru kapal selam AL Australia, untuk menggantikan armada kapal selam kelas "Collins", pada tahun 2025. Proyek pengembangan armada kapal selam baru dengan biaya 25 miliar dolar Australia yang perlu waktu 17 tahun itu, merupakan proyek pertahanan terbesar, terlama, dan termahal di negara itu. Rencana Pemerintah Australia memperbaharui armada kapal selamnya itu muncul di saat negara-negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Indonesia, China, dan India juga mulai mengembangkan kekuatan armada kapal selam di negara mereka. Kondisi ini berpotensi mengubah keseimbangan kekuatan pertahanan angkatan laut di kawasan tersebut. Sehubungan dengan dinamika pertahanan laut di kawasan itu, pada September 2007 lalu, media massa Australia sempat menyoroti kerja sama Indonesia dan Rusia dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI. Harian "The Sydney Morning Herald" menyoroti kesepakatan kedua negara, khususnya tentang pengadaan sejumlah kapal selam, tank, dan helikopter senilai 1,2 miliar dolar AS itu. Surat kabar milik kelompok Fairfax itu, bahkan menuding pembelian sejumlah alutsista TNI dari Rusia tersebut, akan memicu perlombaan senjata di kawasan tersebut. Angkatan Laut Indonesia sendiri telah memiliki 120 kapal dari berbagai jenis, dan masih dibutuhkan 376 kapal perang lainnya untuk mengawal seluruh perairan Indonesia. Kemampuan TNI AL berusaha ditingkatkan bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Indonesia membeli empat kapal jenis korvet kelas Sigma dari Belanda senilai Rp8 triliun, dan kapal kedua direncanakan tiba di Indonesia pada Januari 2008. TNI AL juga memesan empat kapal jenis landing platform dock (LPD) dari Korea Selatan. Dua kapal pertama telah memperkuat jajaran TNI AL, sedang dua kapal sisanya dibuat di dalam negeri.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007