Kepala Badan POM Penny K. Lukito menjelaskan, dibandingkan hasil temuan pada 2018, temuan di tahun ini mengalami peningkatan jumlah serta besaran nilai ekonomi temuan tersebut.
“Peningkatan jumlah dan nilai keekonomian temuan tersebut merupakan hasil dari semakin meluasnya cakupan pengawasan intensifikasi pangan oleh Badan POM, hingga ke kabupaten dan kota," jelasnya.
Intensifikasi pengawasan tersebut ditargetkan dan difokuskan pada pangan olahan Tanpa Izin Edar (TIE) atau ilegal, kedaluwarsa, rusak, serta pangan jajanan berbuka puasa (takjil) yang kemungkinan mengandung bahan berbahaya, seperti formalin, boraks, dan pewarna yang dilarang (rhodamin B dan methanyl yellow).
Pengawasan yang dilakukan sejak 22 April 2019 hingga tanggal 10 Mei 2019 ini (tahap III), telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1.834 sarana ritel dan distribusi pangan. Jumlah tersebut terdiri dari 1.553 sarana ritel dan 281 sarana gudang distributor atau importir.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, kami menemukan 170.119 kemasan produk pangan rusak, kedaluwarsa, ilegal, atau Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) dari 796 sarana distribusi,” ujarnya.
Penny memaparkan, temuan pangan yang terdiri dari pangan kedaluwarsa, rusak, dan ilegal banyak ditemukan di Jayapura, Mimika, Palopo, Bima, Banda Aceh, Kendari, Gorontalo, Tangerang, Makassar, Baubau, dan Banjarmasin.
“Mayoritas pangan kedaluwarsa, rusak, dan ilegal yang didapatkan adalah susu kental manis, makanan ringan, dan minuman berperisa”, tambahnya.
Produk kedaluwarsa, rusak, dan ilegal lainnya terdiri dari sirup, tepung, sereal, minuman teh, biskuit, ikan dalam kemasan kaleng, garam, coklat, dan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
Terkait pangan jajanan berbuka puasa (takjil), masih ditemukan 83 sampel (2,96 persen) Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dari 2.804 sampel yang didapat diseluruh Indonesia, yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu agar-agar, minuman berwarna, mi, dan kudapan.
“Untuk temuan bahan berbahaya yang banyak disalahgunakan pada pangan yaitu formalin sebesar 39,29 persen, boraks sebesar 32,14 persen, dan rhodamin B sebesar 28,57 persen," ujarnya.
Data intensifikasi terkait pengawasan takjil tahun ini telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan pemahaman pedagang yang mayoritas ibu rumah tangga terhadap keamanan pangan semakin meningkat.
“Ini tidak lepas dari gencarnya usaha Badan POM dalam melakukan sosialiasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pelaku usaha di seluruh Indonesia”, tutupnya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019