Menurut Asrul Sani di Jakarta, Senin, saat memberikan sambutan dalam diskusi publik "Menakar kuantifikasi pelanggaran TSM dalam Pemilu 2019", pihaknya menyiapkan tim hukum untuk mengantisipasi hal itu.
Sebab hingga saat ini, pihaknya belum tahu pasti apakah pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, akan mengadu ke Mahkamah Konstitusi atau tidak.
Sementara itu, menurut dia, acara diskusi publik menakar kuantifikasi pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis dan massif, juga menjadi salah satu persiapan terkait hal itu.
"Tujuan kita menyelenggarakan diskusi, dalam rangka juga persiapan TKN apabila nanti hasil pemilu ini dibawa ke MK, kita tidak tahu. kita juga menyiapkan tim hukum," katanya di Jakarta.
Sementara itu dalam diskusi tersebut, Praktisi Hukum Teguh Samudra mengatakan, tuduhan kecurangan harus dibuktikan melalui peradilan bukan di jalanan.
Sebab dalam negara hukum, telah ada mekanisme untuk pembuktian tersebut, baik melalui Badan Pengawas Pemilu maupun melalui Mahkamah Konstitusi nantinya.
Menurut dia, menjadikan jalanan sebagai alat untuk propaganda dan provokasi tidak dibenarkan, karena hak asasi yang melekat tidaklah absolut, namun juga dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya.
Peragaan provokasi dan propaganda yang mendelegitimasi KPU dan Bawaslu menurut dia dapat dinilai melanggar hukum pidana.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu, pada sidang pendahuluan yang digelar Senin, memutuskan menolak dua laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilaporkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) pendukung calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019