Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiequrrachman Ruki, meminta agar KPK jangan dibubarkan sebelum tujuannya untuk memberantas korupsi di Indonesia tercapai. Pada acara diskusi di Jakarta, Senin, Ruki mengatakan KPK adalah lembaga ad hoc, bukan ad interim, yang dibentuk demi tujuan tertentu, bukan untuk jangka waktu tertentu. "Harus dibedakan antara ad hoc dan ad interim. Kalau ad interim dibentuk untuk jangka waktu tertentu, maka ad hoc untuk tujuan tertentu. Jadi, kalau tujuannya belum tercapai, lembaga ad hoc seperti KPK jangan dibubarkan," katanya. Ruki meminta agar KPK jangan ditargetkan untuk dibubarkan dalam jangka waktu tertentu. "Tugas penindakannya saja belum selesai, apalagi pencegahannya. Tidak mungkin kalau ada yang bilang KPK harus dibubarkan dalam empat atau lima belas tahun," ujarnya. Polisi berpangkat Irjen itu mencontohkan, komisi pemberantasan korupsi di Hongkong saja masih tetap dipertahankan meski telah berusia 37 tahun dan lembaga penegak hukum di sana seperti kepolisian dan kejaksaan telah bekerja efektif. "Jangan-jangan orang yang meminta agar KPK dibubarkan itu justru bagian dari koruptor yang ingin agar korupsi jangan diberantas," ujarnya. Jika kerja KPK tidak menunjukan kinerja yang bagus, Ruki melanjutkan, maka pimpinannya yang perlu diberhentikan dan dipermalukan. Namun, jangan sampai lembaga KPK yang dibubarkan. Justru, lanjutnya, kelembagaan KPK harus diperkuat dengan kepemimpinan yang baik dan pembangunan sistem yang bagus. Pada uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR, hampir setiap calon ditanya oleh anggota Komisi III apakah KPK perlu dibubarkan apabila kejaksaan dan kepolisian sudah bisa bekerja efektif memberantas korupsi. Salah satu calon yang diloloskan oleh Komisi III dan kini menjabat pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto, adalah salah seorang yang setuju untuk membubarkan KPK. Bahkan ia berani memasang target dapat membubarkan KPK dalam waktu dua atau sampai empat tahun karena yakin KPK di bawah pimpinannya dapat membenahi institusi kejaksaan dan kepolisian dalam kurun waktu tersebut. Ruki mengakui pada masa kepemimpinannya, 2004 hingga 2007, ada skenario besar untuk memperlemah KPK, di antaranya dengan melemparkan wacana pembubaran KPK dengan alasan pemborosan uang negara. Padahal, kata Ruki, anggaran KPK lebih banyak dihabiskan untuk membangun institusi dan sumber daya manusia, sedangkan untuk penindakan, hanya dengan mengeluarkan uang Rp12 miliar pada 2007, KPK sudah mampu mengembalikan kerugian negara hingga Rp58 miliar ke kas negara.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007