"Kita memang berbeda pilihan pada saat memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota legislatif, kini saatnya kita membangun kembali kebersamaan, merajut kembali perbedaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," ajak Rooije di Manado, Senin.
Soal siapa yang mendapatkan suara terbanyak, kata dia, masih berproses sesuai dengan tahapan yang ditetapkan penyelenggara pemilihan umum.
"Tunggu saja hasil rekapitulasinya hingga penetapannya, kan saat ini masih berlangsung proses itu. Paling penting di masa-masa ini adalah bagaimana membangun suasana di setiap daerah, bangsa ini menjadi kondusif, jauh dari pertikaian dan perpecahan," ujarnya.
Ada dua jalur yang bisa dimanfaatkan partai politik ketika ingin membela keinginan ataupun ketidakpuasan terhadap proses pemilu.
Kedua hal itu menurut dia adalah mengadukan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi disertai dengan bukti-bukti yang bisa memperkuat dugaan terjadi pelanggaran selama proses pemilu.
Bahkan, apabila ada keberatan menyangkut netralitas penyelenggara pemilu, dapat menggunakan kanal Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Jalur-jalur konstitusional sudah disediakan apabila merasa keberatan atau tidak puas terhadap hasil, katakanlah setelah penetapan hasil rekapitulasi pada tanggal 22 Mei mendatang. Manfaatkanlah ruang atau mekanisme konstitusi yang disediakan," ajaknya.
Rooije kemudian tidak sependapat apabila dilakukan pengerahan kekuatan massa (people power) menjelang atau setelah penetapan hasil oleh penyelenggara.
"Tempuhlah jalur hukum. Mari kita tetap menjaga harmonisasi sebagai bangsa agar harapan-harapan bersama ke depan, pembangunan yang semakin maju dapat diwujudkan," harapnya.
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019