Jakarta (ANTARA) - Dengan telinga tertutup headset, Nila tampak serius menatap layar komputer yang menyala di hadapannya, sesekali tangan kanannya menekan tetikus untuk memindahkan letak pandu di jendela tampilan komputer pada Rabu (15/5).
Gadis 20 tahun asal Kalimantan Barat itu bukan sedang mendengarkan musik, tapi sedang belajar untuk meningkatkan kemampuan di Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD), Cibinong, Jawa Barat.
Tangan kiri yang tak berjemari tidak membuat lulusan SMK Perbankan itu berkecil hati. Dia berusaha meningkatkan keterampilan supaya bisa bersaing di bursa kerja.
Sejak Februari 2019, Nila berada di BBRVBD Cibinong untuk mengikuti berbagai pelatihan keterampilan. Di balai besar milik Kementerian Sosial itu, kini dia mengikuti pelatihan menjadi petugas pusat panggilan.
Nila bisa mengikuti pelatihan komputer di sana setelah memenuhi beberapa persyaratan, termasuk berpendidikan minimal Sekolah Menengah Atas dan tahan duduk dalam waktu lama.
Lain lagi dengan Selamet, yang menekuni keterampilan elektro. Demi bisa mengikuti pelatihan untuk memperbaiki ponsel yang sedang dijalani, Selamet harus memenuhi persyaratan minimal berpendidikan Sekolah Menengah Pertama, sudah punya keterampilan dasar, tangan dan jemarinya dalam keadaan baik, serta tahan duduk dan berdiri dalam waktu lama.
"Kita melatih mereka berdasarkan peminatan," kata Ahmad Murtado, yang menjadi instruktur Selamet.
Ahmad Murtado membimbing lima orang dalam pelatihan servis ponsel. Sebelum mengikuti pelatihan itu, para peserta harus mengikuti pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja), komponen, dasar listrik dan komputer.
Menurut Ahmad, yang baru tahun ini menjadi instruktur, ada tantangan tersendiri dalam membimbing para penyandang disabilitas dengan keterbatasan yang berbeda-beda. Dia harus menyesuaikan pelatihan dengan keterbatasan peserta didik.
Selamet misalnya, karena tangan kirinya tidak sempurna harus menggunakan dukungan pipi saat menyolder rangkaian elektronika. Sementara Bagus, yang harus menyolder menggunakan kaki, harus mengerjakan tugas itu dengan duduk di lantai, tidak di meja seperti empat temannya.
"Tantangannya sih ada, kita sesuaikan saja dengan kebutuhan mereka. Tapi sebenarnya mereka bisa, sama seperti kita jika dilatih," tambah Ahmad Murtado.
Demi Kemandirian
Setelah berlatih selama sembilan bulan di BBRVBD Cibinong, tinggal jauh dari keluarga, Nila dan 120 orang kawannya diharapkan bisa membangun kemandirian dan menjalani hidup tanpa bergantung pada orang lain.
"Saya ingin bisa segera bekerja," kata Nila, yang pernah bekerja di sebuah kios ponsel di daerah asalnya.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita berharap para penyandang disabilitas bisa mandiri, bahkan menjadi wirausahawan sukses, setelah mengikuti pelatihan keterampilan.
"Ini kita siapkan agar mereka bisa diserap industri. Dan kami optimis kemampuan mereka setelah keluar dari BBRVBD tidak akan kalah dari saudara-saudara kita yang non-disabilitas," kata Agus.
BBRVBD Cibinong menyelenggarakan berbagai pelatihan, termasuk menjahit, komputer, desain grafis dan percetakan, elektro, serta pekerjaan logam maupun otomotif. Para penyandang disabilitas bisa memilih pelatihan yang mereka inginkan sesuai dengan minat dan kemampuan mereka.
Syarat umum yang harus dipenuhi bagi penyandang disabilitas yang ingin mengikuti pelatihan di BBRVBD antara lain tergolong penyandang disabilitas fisik, tidak memiliki disabilitas ganda, berbadan sehat, warga negara Indonesia dan punya kartu tanda penduduk masih berlaku, dan berusia minimal 18 tahun dan maksimal 35 tahun.
Syarat lainnya, mereka tidak mempunyai tanggungan keluarga, serta memiliki ijazah pendidikan formal sesuai dengan persyaratan khusus pelatihan vokasional yang diminati dan sertifikat keterampilan dasar dari balai besar, panti sosial bina daksa atau balai latihan kerja dan fasilitas kursus lain.
Di samping itu mereka bisa melampirkan kartu BPJS/KIS bagi yang memiliki, melampirkan surat keterangan catatan kepolisian, tidak memerlukan pelayanan rehabilitasi medik, tidak mempunyai penyakit menular, tidak menderita epilepsi dan tidak buta warna total.
Mereka yang memenuhi syarat bisa mengikuti pelatihan di BBRVBD Cibinong, yang memiliki fasilitas seperti asrama putra dan putri berkapasitas 140 orang, ruang serbaguna, ruang makan, ruang belajar, poliklinik, tempat fisioterapi, ruang olahraga, laboratorium bahasa, perpustakaan, masjid, taman sarana olahraga hingga studio musik.
"Banyak teman di sini, jadi ya senang saja bisa belajar di sini," ujar Nila.
Setelah mengikuti pelatihan dasar dan peminatan selama sembilan bulan di BBRVBD Cibinong, para penyandang disabilitas akan mengikuti praktek kerja atau magang di perusahaan selama 45 hari. Dari sana pintu untuk mandiri terbuka.
Hampir setengah dari lulusan BBRVBD Cibinong terserap industri. Dan bagi penyandang disabilitas yang ingin menjalankan usaha, pemerintah akan menghibahkan modal usaha Rp5 juta untuk perorangan dan Rp20 juta untuk kelompok guna mendukung mereka membuka usaha.
Dengan keterampilan yang mereka miliki, tidak ada lagi alasan untuk tidak menjalankan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mewajibkan pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah mempekerjakan paling sedikit dua persen penyandang disabilitas dan perusahaan swasta untuk mempekerjakan setidaknya satu persen penyandang disabilitas.
Bekal keterampilan itu mestinya juga membuat mereka mendapat kesempatan yang sama untuk bersaing di bursa kerja sebagaimana warga yang lain.
Baca juga: Menteri Sosial janjikan modal usaha bagi penyandang disabilitas
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019