Jambi (ANTARA News) - Laju penggundulan hutan (deforestasi) untuk kepentingan ekonomi seperti perkebunan, serta perambahan dan pembalakan liar telah terjadi sejak 1970. Padahal, sebelum masa itu hutan Jambi masih amat baik atau berkisar empat juta hektar, namun akhir 1970-an tinggal 2,2 juta hektar, kata Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin pada pembekalan perempuan untuk memberdayakan hutan di Jambi, Jumat. Hingga pada 2000-an tutupan hutan tinggal seluas 1,6 juta hektar termasuk empat taman nasional yang ada di daerah itu yakni TN Kerinci Seblat, TN Berbak, TN Bukit Dua Belas, dan TN Bukit Tiga Puluh. Dampaknya kini menjadi persoalan baru yang menyentuh seluruh sendi kehidupan, baik dalam jangka pendek maupun jangka penjang. Meningkatnya jumlah marginalisasi lahan dan lahan kritis juga berdampak terhadap kuantitas dan kualitas produksi sejumlah komoditas. Masalah sumber daya air dan daerah aliran sungai (DAS) juga muncul seperti banjir dan kekeringan yang mengganggu aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Selain itu diikuti pula kian menurunnya keanekaragaman hayati, berkurangnya habitat satwa liar dan ladang perburuan Orang Rimba atau suku anak dalam (SAD). Dampak kerusakan hutan tersebut terimbas mewabahnya berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan masyarakat. Untuk mempertahankan hutan Jambi yang masih tersisa itu, Zulkifli mengimbau para bupati agar lebih selektif menerbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK). "Saya minta para bupati agar berhati-hati dan selektif menerbitkan IPK kalau tidak ingin berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujarnya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007