Jakarta (ANTARA) -- Sebagai negara berkembang yang memiliki begitu banyak keunggulan, mulai dari letak geografis, besarnya jumlah populasi, hingga iklim politik yang sangat kondusif untuk dunia bisnis, Indonesia diproyeksikan memiliki aset keuangan capai Rp.14.400 triliun. Meskipun demikian, potensi ini masih belum sepenuhnya dimanfaatkan karena tingkat penetrasi masih sangat rendah yakni tiga persen.


"Berbanding negara lain seperti Malaysia yang sudah mencapai hampir 40 persen, ataupun Thailand. Asset tersebut masih bisa dioptimasi oleh perusahaan manajer investasi," President Direktur Aberdeen Standard Indonesia Omar S. Anwar.


Industri perbankan, lanjut Omar, memiliki aset portofolio lebih besar dinandingkan industri lain. Aset finansial di perbankan hampir 10 kali lebih besar dari asset finansial di asuransi, bahkan 42 kali lebih besar dari aset finansial Dana Pensiun.


"Ini yang kami pelajari tentang segmen pasar di Indonesia dan telah kami tetapkan strategi untuk mengejar targetnya," tambah Omar.


Aberdeen Standard Investments adalah perusahaan global dengan klien yang tersebar di 80 negara serta didukung oleh 50 kantor representatif. Perusahaan ini adalah pengelola aset aktif terbesar di Inggris, menduduki posisi lima teratas manajer aset di Eropa, dan merupakan salah satu perusahaan pengelola aset aktif terbesar di dunia yang bukan dimiliki oleh Bank. Hal ini juga memberikan kelebihan karena Aberdeen Standard Investments Indonesia dapat mengadopsi pengalaman serta pendekatan dan penelitian investasi secara global untuk diterapkan di Indonesia.


Sebagai perusahaan global yang dinamis mengikuti perkembangan zaman, Aberdeen Standard Investments Indonesia juga tidak menutup mata akan potensi pengelolaan dana yang datang dari perusahaan Financial Technology (Fintech). Perusahaan-perusahaan rintisan (startup) di bidang finansial yang tumbuh dan menjamur di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah terbukti memberikan andil yang cukup signifikan dalam pertumbuhan GDP Indonesia.


“Kami melihat ada peluang dari perusahaan-perusahaan Fintech yang menggunakan sistem e-wallet. Misalnya, dengan bekerjasama dengan marketplace, investor akan dapat mengalihkan dana dan menempatkannya ke produk Money Market T+0 terlebih dahulu. Nantinya dana tersebut bisa dikembalikan lagi sesuai kebutuhan mereka," pungkasnya.






Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019