Bandarlampung (ANTARA News) - Khatib Salat Idul Adha di Stadion Pahoman, Bandarlampung, Kamis, H Shodri Daram, mengatakan, banyak "pengkhianat" bangsa yang melakukan korupsi beragama Islam dan telah berhaji, sehingga pantas dipertanyakan kepada mereka, apakah semua itu menandakan Islam hanya dijadikan simbol. "Dakwah dan syiar Islam demikian pesat dalam berbagai media dan peliputan. Jumlah jemaah haji juga selalu membludak. Apa yang salah di negeri ini," tanya dia pula. Shodri menjelaskan, di lingkungan pasar, tempat umat Islam beraktivitas banyak yang kondisinya kumuh, lalu dimanakah letak nilai-nilai Islam tersebut. Bahkan, mungkin ada diantaranya yang bangga dengan dosa-dosa, perilaku hedonis (mementingkan kehidupan dunia, red) lebih disukai, daripada membangun kehidupan yang beradab serta memikirkan akherat. "Itulah sebabnya kenapa RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi banyak yang menolak. Penyebabnya karena sebagian warga bangsa ini telah menjadikan setan dan 'taghut' sebagai tuhannya," kata dia lagi. Siaran televisi yang banyak ditonton masyarakat dominan menampilkan kekerasan, mengumbar selera rendah pornografi maupun pornoaksi serta siaran klenik dan takhayul. "Sangat sedikit unsur pendidikannya serta upaya membangun sebuah peradaban bangsa yang agung dan handal," kata dia lagi. Di hadapan ribuan umat Islam, termasuk Gubernur Lampung Sjachroedin ZP dan Walikota Bandarlampung Eddy Sutrisno serta pejabat Pemda Provinsi Lampung serta Pemda Kota Bandarlampung yang mengikuti Salat Idul Adha di bawah gerimis hujan, dan diimami Ustadz Hasbuna, khatib mengingatkan agar umat Islam di negeri kia sebagai bangsa yang terbuka, harus selalu menyempurnakan diri. "Kita harus senantiasa berusaha mencari relevansi, mencari siapakah musuh kita, musuh para hujjaj yang disimbolkan dalam melempar jamarat. Musuh kita mungkin isteri kita, anak-anak kita, ketenaran kita, sukses kita, kekuasaan kita, pangkat kita, ego dan nafsu yang menghalangi dalam pendekatan dan kecintaan kepada Allah, guna mewujudkan kebenaran dan keadilan atas nilai Islam," kata dia lagi. Kini, ujar khatib itu, kisah pengorbanan Ismail dapat dikiaskan dalam perjalanan bangsa. Kalaulah penguasa sekarang diibaratkan Ibrahim AS dan anak bangsa sebagai Ismail AS, maka seperti halnya Ibrahim, kita sudah lama merindukan lahirnya anak bangsa yang pandai dan mampu mengelola potensi alam, kekayaan, dan SDM, untuk kemakmuran rakyat, tidak dikorupsi dan dinikmati untuk segelintir orang saja.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007