Kinerja perdagangan nasional saat ini terdampak oleh ketidakpastian global akibat tingginya tensi perang dagang antara AS dengan China.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan perlunya kegiatan investasi berbasis ekspor maupun subtitusi impor yang bisa mengatasi persoalan defisit neraca perdagangan.
"Kami mendorong investasi tidak hanya untuk ekspor, tapi juga subtitusi impor," kata Darmin di Jakarta, Jumat.
Darmin mengatakan kinerja perdagangan nasional saat ini terdampak oleh ketidakpastian global akibat tingginya tensi perang dagang antara AS dengan China.
"Sekarang ini kondisinya tidak mudah dengan perang dagang yang makin meningkat, kami tidak yakin itu menghilang jangka pendek," katanya.
Oleh karena itu, penguatan investasi terutama yang berbasis pada industri pengolahan menjadi penting karena sektor ini dapat memberikan kontribusi dalam mendorong ekspor dan menekan impor.
Pembenahan kinerja ekspor melalui penguatan investasi selama ini sudah dilakukan melalui pendirian sistem layanan perizinan terintegrasi (OSS) untuk kemudahan berusaha.
Perbaikan birokrasi tersebut, yang disertai dengan pemberian insentif perpajakan itu, diharapkan mampu meningkatkan investasi berbasis ekspor dan subtitusi impor.
"Kami ingin ekspor meningkat dan mendorong investasi subtitusi impor untuk bahan baku seperti besi baja dan petrokimia. Itu umumnya kapasitasnya besar," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga mulai mengidentifikasi barang ekspor nonmigas unggulan yang bisa memberikan dampak kepada pembenahan neraca perdagangan dalam waktu dekat.
"Kalau mau ekspor, kelihatannya kita harus lebih cermat, apa barangnya, dan nanti diidentifikasi dengan baik. Karena coba-coba dalam situasi begini, tidak mudah," katanya.
Dengan upaya memperkuat investasi maupun pembenahan ekspor secara berkelanjutan, maka ia mengharapkan kinerja pertumbuhan ekonomi tidak jatuh terlalu dalam. "Intinya seperti itu, kita harus berjuang lebih keras lagi, kalau ingin ekonomi kita dalam keadaan baik," ujar Darmin.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada April 2019 tercatat defisit sebesar 2,5 miliar dolar AS atau tertinggi sejak 2013.
Kinerja ekspor April masih tertahan oleh tren penurunan volume permintaan ekspor dari mitra dagang seperti China, AS, Jepang dan India.
Selain itu, ekspor masih terdampak rendahnya harga komoditas batu bara, di tengah kebijakan di negara mitra yang membatasi impor CPO seperti India dan Uni Eropa serta batu bara seperti China.
Sementara itu, impor nasional juga meningkat seiring dengan tingginya permintaan domestik menjelang Lebaran, terutama untuk barang konsumsi dan BBM.
Baca juga: Sri Mulyani sebut pemilu dan Lebaran pemicu defisit neraca perdagangan
Baca juga: Neraca perdagangan April 2019 defisit 2,5 miliar dolar
Pewarta: Satyagraha
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019