Jakarta (ANTARA News) - Ketua Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LFNU) KH Ghazali Masroeri menyatakan umat Islam Indonesia diharapkan lebih arif dalam menyikapi perbedaan pelaksanaan shalat Idul Adha.
"Perbedaan jangan sampai berkembang menjadi pertentangan. Sebaiknya kita lebih mempererat persaudaraan dengan cara belajar bersama memahami nash Al-Qur`an dan hadits Nabi Muhammad SAW," katanya di Jakarta, Rabu.
Ghazali menyatakan hal itu menyusul pelaksanaan shalat Idul Adha oleh pengikut organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), hari ini, Rabu (19/12).
Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama bersama ormas Islam lainnya, termasuk NU, menetapkan Idul Adha jatuh pada hari Kamis (20/12).
Ghazali berpendapat, sepanjang apa yang dilakukan pemerintah tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan Al-Qur`an dan hadits sudah sepatutnya diikuti saja.
"Kalau tidak kita akan terus berbeda. Ini bisa menjadi renungan semua pihak," katanya.
LFNU, katanya, meski mempunyai metode hisab dan rukyat sendiri, tetap melaporkan semua hasil kepada pemerintah. NU secara organisatoris tidak akan menerbitkan pengumuman sebelum sidang itsbat di Depag selesai.
Menyinggung pelaksanaan shalat Idul Adha oleh para pengikut HTI dan DDII, menurut Ghazali, shalat yang dilakukan tetap sah karena berdasar pada pendapat dan keyakinan masing-masing.
Menurutnya, organisasi yang menjalankan shalat hari ini berdasar secara kaku pada prinsip bahwa hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) adalah berdasarkan pelaksanaan Wuquf di Arafah (9 Dzulhijjah), salah satu rangkaian ibadah haji, yang ditetapkan hari pelaksanaannya oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi.
Sementara itu NU dan mayoritas organisasi Islam lainnya berbendapat bahwa ada perbedaan wilayah geografis atau dalam ilmu astronomi disebut `matla`, yakni batas di mana satu wilayah dihitung mengalami terbit dan terbenam matahari pada waktu yang hampir bersamaan yang memungkinkan perbedaan dalam penetapan hari raya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007