Pesanan memang mengalir terus hingga kewalahan memenuhi pesanan

Grobogan (ANTARA) - Keberadaan kaum perempuan sering dipandang sebelah mata jika dikaitkan dengan program pembangunan daerah, karena selama ini banyak yang hanya disibukkan dengan urusan rumah tangga.

Siapa sangka keberhasilan Pemerintah Desa Gubug, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menjadi desa mandiri ternyata juga terkait erat dengan peran para ibu, yang tergabung dalam Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Gubug.

Dari sisi lokasi, desa yang berpenduduk 10.323 jiwa itu lokasinya jauh dari Kota Grobogan yang jaraknya mencapai 30 kilometeran.

Meskipun demikian, lokasinya yang berada di jalur perlintasan antarkota, yakni dari Grobogan menuju Demak maupun Semarang, serta menjadi jalur alternatif dari arah Kudus menuju Semarang, membuat desa tersebut mendapatkan keuntungan dari sisi kelengkapan sarana dan prasarana.

Bangunan balai desanya yang berada di tepi Jalan Raya Gubug-Mranggen, kini terlihat megah karena berkat dana desa bangunannya dibuat berlantai dua.

Selain itu, berkat dana desa yang diterima setiap tahunnya mencapai ratusan juta rupiah juga berhasil membangun gedung serba guna yang akan dijadikan pusat kegiatan ekonomi Pemerintah Desa Gubug.

Dari sisi dana desa yang diterima Desa Gubug memang tidak besar karena setiap tahunnya berkisar Rp735 juta. "Namun, inovasi desa yang digagas di berbagai bidang dinilai bisa berjalan dengan baik," kata seorang anggota PKK Desa Gubug, Markumi.


Kerajinan Batik

Kemandirian di bidang perekonomian, lewat peran ibu-ibu PKK menggunakan dana desa, juga berhasil menghidupkan kerajinan batik tulis yang sebelumnya tidak pernah ada.

Siti Fatonah, salah satu pembatik di Desa Gubug mengakui keahliannya membatik diperoleh karena diadakannya pelatihan membatik di Balai Desa Gubug pada 2013, kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan kelompok bernama Batik Gubug Indah (GBI).

"Alhamdulillah usia GBI sekarang sudah genap enam tahun dan masih tetap eksis berkarya menghasilkan aneka motif batik tulis," ujarnya sambil menambahkan bahwa GBI merupakan ibu-ibu anggota PKK.

Untuk bisa mempertahankan kelompok pembatik tersebut, katanya, tidak mudah karena banyak tantangannya, mulai dari keseriusan ibu-ibu yang sudah pernah mengikuti pelatihan membatik untuk mengaplikasikan ilmunya hingga kendala aktivitas kehidupan rumah tangga masing-masing anggota.

Semua permasalahan yang dihadapi, lambat laun memang bisa diselesaikan hingga akhirnya saat ini masih bisa eksis dan mendidik warga Desa Gubug memiliki keahlian tambahan sebagai pembatik.

Dalam rangka mengajak keaktifan anggota kelompok membatik, maka peran masing-masing anggota dalam pembuatan batik mendapatkan insentif ketika batiknya laku di jual.

"Pesanan memang mengalir terus hingga kewalahan memenuhi pesanan. Bahkan, ada yang terpaksa ditolak karena memang tenaga pembatiknya yang benar-benar bisa diandalkan masih perlu ditambah," ujarnya.

Menurut dia, jumlah anggota yang mampu menguasai keahlian membuat pola batik dan keahlian dalam hal pewarnaan perlu ditambah karena dari belasan anggota hanya sedikit yang mampu.

Kehadiran kepala desa yang baru, diharapkan bisa menghidupkan kelompok pembatik Desa Gubug semakin eksis dan berkembang, termasuk cita-cita memiliki rumah produksi sendiri bisa terwujud karena selama ini masih menempati tempat tinggalnya untuk aktivitas membuat batik.

Seorang ibu warga Desa Gubug, yang tergabung dalam kelompok Batik Gubug Indah (GBI), sedang menunjukkan kepiawaiannya dalam membatik. (ANTARA/Akhmad Nazarudin)

Kepala Desa Gubug Hadi Santoso mengatakan keberadaan kelompok pengrajin batik tulis memang atas dukungan pemerintah desa, termasuk pengadaan alat-alatnya juga menggunakan dana desa.

"Kami ingin kerajinan batik tulis tersebut semakin berkembang dengan memusatkannya di gedung pertemuan milik desa yang selesai dibangun dengan alokasi dana desa pada tahun 2017," ujarnya.

Dengan menempati gedung tersebut, dia menginginkan, kelompok pembatik tersebut benar-benar eksis dan desa juga akan ikut membantu pemasarannya.

Gedung pertemuan tersebut juga akan digunakan sebagai tempat usaha jual beli alat-alat perkantoran maupun jasa fotokopi serta usaha konveksi karena sebelumnya juga ada pengadaan mesin jahit.

Pengelolaan sektor usaha tersebut akan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah terbentuk sebelumnya.

Upaya menciptakan lapangan kerja dan keterampilan berwirausaha memang tidak terbatas di bidang batik dan juga usaha bordir, karena sebelumnya juga ada pelatihan di bidang tata boga yang memunculkan sejumlah perajin makanan ringan.

Melalui peran ibu-ibu PKK di Desa Gubug, kini desa yang terdiri dari 3.328 keluarga itu, memiliki sejumlah sarana dan prasarana yang semakin lengkap yang juga didukung dana desa.


Posyandu dan PAUD

Selain di bidang perekonomian, di bidang kesehatan ibu-ibu PKK berhasil menghidupkan semua Posyandu yang terdapat di masing-masing Rukun Warga (RW) yang berjumlah 12 RW.

Bahkan, keberadaan Posyandu tersebut tidak menempati bangunan khusus yang disediakan Pemerintah Desa Gubug, melainkan ada dukungan masyarakat yang memang peduli terhadap kesehatan sehingga merelakan tempat tinggalnya dijadikan Posyandu.

Setiap ada kegiatan, tempat tinggal penduduk yang direlakan sebagai Posyandu akan didatangi puluhan masyarakat mulai dari lansia hingga balita untuk mendapatkan sosialisasi tentang pola hidup sehat.

Melalui Posyandu, masyarakat di Desa Gubug semakin memahami pola hidup sehat dan mulai sadar untuk membiasakan diri menerapkan pola hidup sehat.

Untuk memberikan pemahaman soal asupan gizi balita yang benar, katanya, memang bukan perkara mudah karena membutuhkan sosialisasi yang tidak pernah putus berhubung tingkat pendidikan ibu-ibu di pedesaan tidak tinggi.

Dalam rangka mempersiapkan generasi muda yang sehat, Desa Gubug juga memiliki kelompok bina keluarga balita yang memiliki program penyuluhan balita sesuai kelompok umur.

Orang tua yang aktif mengikuti kegiatan tersebut, mendapatkan pembelajaran tentang tata cara memberikan asupan gizi yang tepat sesuai usianya serta perlakuan yang tepat terhadap tumbuh kembang anak.

Anggota PKK, Markumi berharap pengetahuan yang dimiliki oleh ibu-ibu yang memiliki balita turut mendukung upaya pemerintah desa meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meskipun tanpa dukungan anggaran dana desa yang besar.

Dalam menjalankan semua program kesehatan di masyarakat, katanya, lebih banyak mengandalkan peran anggota PKK yang mau bekerja ikhlas dan tanpa pamrih dengan menggandeng petugas kesehatan dari Puskesmas setempat, termasuk bidan desa.

Aktivitas Posyandu di masing-masing RW yang selalu hidup tersebut, mendorong semangat ibu-ibu PKK mengembangkan program lain untuk mendorong kemandirian masyarakatnya, seperti di bidang pendidikan.

Desa Gubug berhasil mendorong munculnya sekolah khusus untuk anak usia prasekolah atau disebut Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai bekal meningkatkan kualitas SDM di desa setempat.

Jika sebelumnya tidak ada PAUD, kini sudah muncul dua PAUD dengan biaya sangat murah untuk memberikan pola pendidikan terhadap anak sejak usia dini.

Melalui lembaga PAUD tersebut, diharapkan muncul generasi muda Desa Gubug yang berkarakter karena sejak usia dini sudah mendapatkan pendidikan karakter yang kemudian dilanjutkan ke sekolah taman kanak-kanak hingga ke jenjang lebih tinggi.

Dana desa yang dialokasikan untuk kedua jenjang pendidikan tersebut, yakni untuk membayar honor guru serta belanja keperluan Alat tulis kantor (ATK).


Sarana Fisik

Selain itu, di bidang transportasi akses jalan desa mayoritas sudah bagus, karena jalan utamanya sudah berupa jalan beton, sedangkan akses di perkampungan mayoritas sudah baik karena ada pembuatan paving dari anggaran dana desa.

BUMDes yang ada di desa rencananya juga akan mengelola perparkiran, pasar hewan maupun desa wisata yang akan dirintis untuk menjadi salah satu sumber pendapatan desa.

"Dana desa yang kami terima memang sedikit, namun Pemerintah Desa Gubug berhasil memaksimalkannya dengan membangun sejumlah sarana dan prasarana," ujar Hadi Santoso.

Melalui dana desa, Desa Gubug mampu membangun kantor balai desa bertingkat, gedung pertemuan, dan bahkan melakukan perbaikan akses jalan desa dengan pengecoran serta pavingisasi jalan-jalan di perkampungan.

Dana Desa juga mendukung berjalannya kegiatan belajar mengajar di dua Taman Kanak-kanak milik desa serta tiga PAUD serta berjalannya sejumlah posyandu dan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) serta Posyandu khusus lansia.

Jika sebelumnya diakui Hadi, fokus pembangunan dengan dana desa untuk pembangunan fisik, seperti gedung, jalan dan talud, maka nantinya akan difokuskan pada pengembangan sektor ekonomi UMKM serta potensi wisata desa maupun kesehatan dan pendidikan.

Mantan Kepala Desa Gubug As'adul Munir juga mengapresiasi peran PKK yang begitu besar dalam menggerakkan warga desa dan aktif di bidang kesehatan, pendidikan serta ekonomi.

"Ibu-ibu memang lebih mudah diajak aktif berkecimpung di berbagai kegiatan, termasuk di bidang kemandirian berwirausaha," ujar As'adul Munir masa jabatannya berakhir Maret 2019.

Aktifnya ibu-ibu PKK dibantu tersedianya dana desa, katanya, memang efektif menjadi mediator menyampaikan berbagai program kegiatan pemerintah desa kepada masyarakat dan sangat berperan menjadikan Desa Gubug sebagai desa mandiri.

Endang Tri Handayani, seorang warga Desa Gubug mengaku merasakan adanya perbedaan sebelum dan sesudah ada dana desa yang mulai diterima tahun 2015.

"Berkat dukungan dana desa, warga akhirnya terdorong untuk memunculkan berbagai inovasi, terutama mereka yang sudah pernah mengikuti pelatihan sehingga kreativitas warga juga mulai hidup," ujar Endang.

Jika sebelum ada dana desa banyak jalan yang masih berupa tanah, kini sudah ada yang dibeton maupun paving sehingga saat hujan bisa dilalui, tidak lagi becek dan warga menjadi lebih lancar dalam mengembangkan perekonomiannya.

Gedung pertemuan desa yang sebelumnya belum ada, kini sudah tersedia sehingga bisa dimanfaatkan untuk pelatihan keterampilan masyarakat maupun kegiatan lain yang bermanfaat.


Baca juga: Bangunjiwo membangun keunggulan sambil merawat tradisi
Baca juga: Desa Loa Duri Ilir mengubah sampah jadi berkah

Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019