Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus terorisme Abu Dujana melalui kuasa hukumnya menolak disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Ashluddin Hatjani, Kuasa hukum Abu Dujana, ketika menyampaikan nota keberatan di PN Jakarta Selatan, Rabu, menyatakan kliennya tidak bisa diadili di pengadilan negeri yang tidak berada di wilayah kejadian perkara. Ashluddin menegaskan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya sebenarnya secara tegas telah menyebutkan Bandung sebagai salah satu tempat kejadian perkara, yaitu pertemuan yang juga dihadiri Abu Dujana. Selain itu, JPU juga menyebut sejumlah tempat lain, seperti Ngawi, Bojonegoro, Jogjakarta, dan Solo. PN Jakarta Selatan, menurut Ashluddin, tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara Abu Dujana, meski mendasarkan pada Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 201/KMA/SK/XI/2007 tentang penunjukan PN Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili perkara Abu Dujana. "Surat keputusan tersebut cacat hukum dan oleh karenanya batal demi hukum," kata Ashluddin. Dia mengatakan, surat keputusan itu didasarkan pada pasal 85 KUHAP yang menyatakan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Departemen Hukum dan Ham untuk menunjuk pengadilan lain, jika pengadilan yang berada di tempat kejadian perkara tidak memungkinkan menyidangkan perkara tertentu. Penjelasan pasal tersebut menyatakan, suatu pengadilan tidak bisa menyidangkan perkara antara lain disebabkan oleh kondisi keamanan, bencana alam, atau kondisi pemerintahan yang tidak normal. Padahal, kata Ashluddin, kondisi daerah yang disebut JPU sebagai tempat kejadian perkara tidak dalam keadaan kacau akibat gangguan kemanan, bencana alam, atau kekacauan politik. "Fakta dan kenyataan di lapangan menunjukkan tidak satupun daerah yang menjadi tempat kejadian perkara berhalangan untuk memeriksa perkara tersebut," kata Ashluddin. Abu Dujana disidang di PN Jakarta Selatan atas dakwaan penguasaan senjata api seperti diatur dalam pasal 9 jo pasal 13 jo 15 jo pasal 17 ayat (1) jo pasal 17 ayat(2) UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007