"Siapa yang akan membantu remaja berisiko, remaja sakit dan remaja sakit dengan stigma? Bila diserahkan pada lembaga masyarakat, maka berikan perlindungan lingkungan yang aman," kata Harry dalam jumpa pers yang diadakan Yayasan Kesehatan Perempuan di Jakarta, Kamis.
Harry mengatakan intervensi terhadap remaja sehat adalah berupa pencegahan melalui pendidikan seksual dan reproduksi yang komprehensif dan konseling agar remaja tidak melakukan hubungan seksual yang berisiko.
Namun, tidak dipungkiri bahwa terdapat remaja yang sudah melakukan hubungan seksual berisiko, bahkan sudah mendapatkan penyakit-penyakit akibat hubungan seksual tersebut dan mendapatkan stigma dari masyarakat.
"Intervensi terhadap remaja berisiko adalah dengan melakukan pengurangan risiko melalui pemberian pemahaman tentang alat kontrasepsi dan alat suntik steril bagi remaja yang menjadi pecandu narkoba suntik," tuturnya.
Sedangkan intervensi bagi remaja yang sudah sakit akibat hubungan seksual berisiko adalah dengan memberikan pengobatan, tes infeksi, hingga layanan aborsi aman.
"Sedangkan remaja yang sakit dengan stigma perlu mendapatkan rehabilitasi dan kelompok dukungan sebaya sehingga bisa diterima kembali oleh masyarakatnya," katanya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan Herna Lestari mengatakan pelayanan kesehatan peduli remaja di puskesmas-puskesmas harus tersistem agar bisa maksimal dalam memberikan pelayanan kepada remaja, khususnya dalam hal kesehatan reproduksi.
"Keterbatasan akses layanan dan informasi terkait kesehatan reproduksi bagi remaja menimbulkan risiko bagi status kesehatan mereka. Remaja menjadi tidak memiliki pilihan untuk merencanakan kesehatan mereka," katanya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019