Jakarta (ANTARA News) - Petinggi Al Jamaah Al Islamiyah (JI), Zarkasih (45), didakwa menguasai serta mendistribusikan senjata api dan bahan peledak tanpa izin untuk keperluan tindak pidana terorisme. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara itu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, menyatakan Zarkasih menjadi pemimpin sementara JI setelah terpilih menjadi ketua Lajnah Ihtiar Linasbil Amir (LILA). LILA bertugas untuk mencari dan mewujudkan figur ketua (Amir) Jamaah Islamiyah, setelah Amir sebelumnya, Imam Gozali tertangkap polisi. Tim JPU yang diketuai Totok Bambang menegaskan LILA telah melakukan sejumlah rapat, yang antara lain membahas tentang perkembangan dan strategi perjuangan di Poso, Sulawesi Tengah. Strategi yang dimaksud di antaranya adalah pengiriman senjata dan bahan peledak. "Pengiriman bahan peledak yang merupakan aset Al Jamaah Al Islamiyah ke Poso adalah atas persetujuan terdakwa selaku ketua LILA/Mas`hul Darurat," kata JPU. Pengiriman ke Poso dilakukan sebanyak dua kali melalui Surabaya. Pengiriman pertama berupa 100 kilogran potasium klorat dilakukan pada Agustus 2006 atas permintaan Hasanudin (terpidana). Pengiriman kedua berupa 100 kilogram potasium, 12 kilogram TNT, dua kilogram aluminium powder, dan 20 buah detonator dilakukan dalam kurun waktu Desember 2006 sampai Januari 2007. Menurut JPU, Zarkasih selaku ketua LILA bertanggung jawab atas aset JI berupa bahan peledak, dan senjata api laras pendek dan panjang beserta amunisinya. Aset tersebut sempat dipindahkan ke beberapa lokasi sehingga sulit untuk dideteksi. Hingga kini, aset-aset tersebut telah disita dan dikelompokkan dalam tiga Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik. Atas perbuatannya, Zarkasih alias Zuhroni alias Zainudin Fahmi alias Oni alias Mbah alias Nu`aim dijerat dengan pasal 15 jo pasal 9 Perppu Nomor 1 tahun 2002 sebagaimana telah disahkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme) dengan ancaman maksimal hukuman mati. JPU dalam dakwaan kesatu subsider mendakwa Zarkasih telah mengirimkan sejumlah uang yang erat kaitannya dengan tindak pidana terorisme. Kiriman uang yang dimaksud antara lain bantuan senilai Rp800 ribu dan Rp500 ribu kepada keluarga mujahid di Depok dan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain itu, Zarkasih juga menyetujui pengiriman bantuan uang kepada pejuang di Philipina sebesar Rp500 ribu per bulan, sejak Agustus 2005 hingga Februari 2007. Atas perbuatan itu, Zarkasih yang pernah mengajar map reading di Moro, Philipina itu dijerat dengan pasal 13 huruf a UU UU Terorisme. Sementara itu, dalam dakwaan kedua primer dan subsider, Zarkasih dinyatakan telah melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan hubungan kerja, diatur dalam pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) jo pasal 15 jo pasal 13 jo pasal 9 UU Terorisme. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007