Jakarta (ANTARA News) - Partai Amanat Nasional (PAN) menolak wacana agar gubernur diangkat oleh presiden dan menganggap wacana itu sebagai upaya untuk mengembalikan sistem yang pernah diterapkan saat era Orde Baru yang tidak demokratis. Demikian salah satu catatan akhir tahun PAN yang disampaikan Sekjen DPP PAN yang juga Ketua Fraksi PAN DPR Zulkifli Hasan didampingi Sekretaris Fraksi PAN DPR M. Yasin Kara, anggota Fraksi PAN DPR Abdillah Toha, serta Dradjat Wibowo di Senayan Jakarta, Senin. Zulkifli Hasan mengemukakan, pada masa transisi dan berjalannya proses demokrasi yang masih muda, pernyataan pejabat negara yang mempertanyakan makna demokrasi dan tuntutan untuk memberi kewenangan kepada presiden dalam mengangkat gubernur bukan hasil pilihan rakyat, sangat tidak tepat pada era demokrasi. Wacana seperti itu sangat tidak membantu proses demokrasi dan memberi kesan ketidaksabaran elite pemerintah serta adanya hasrat untuk membalikkan arah jarum jam ke era Orde Baru. Hal itu menunjukkan bahwa kepemimpinan elite nasional belum menunjukkan ketegasan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan yang seharusnya penuh kesigapan, tetapi hanya dihadapi dengan sikap business as usual. Koordinasi antara pembantu presiden dan rasa tanggung jawab dalam mendahulukan kepentingan bangsa dari kepentingan kelompok masih jauh dari harapan. Pada bagian lain, PAN juga mendesak pemerintah segera memerhatikan, melindungi, mengembangkan, dan mengurus hak cipta semua karya seni bangsa dan tradisi Indonesia ke lembaga-lembaga internasional. Hal ini sangat penting untuk menjaga identitas jati diri bangsa agar tetap menjadi warisan kebudayaan bangsa. Terkait pendidikan, PAN mengingatkan pemerintah bahwa UUD 1945 telah mengamanatkan perlunya peningkatan kesejahteraan guru dan pengangkatan guru bantu. Anggaran pendidikan harus dialokasikan sebesar 20 persen. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007