Salah seorang pengamat burung LSM KOMIU Sulteng Givents, di Palu, Rabu mengatakan, kerusakan habitat dan maraknya perburuan satwa liar menjadikan spesies itu sudah jarang dijumpai di habitatnya.
"Menurut World Conservation Union spesies ini sempat dinyatakan punah, manun saat survei di Pulau Peleng, Kabupaten Banggai Kepulauan antara 2007/2008 spesies ini ditemukan kembali, " ujar Givents.
Dia menyebut, pada awal Mei 2019, pihaknya menemukan kembali spesies yang terancam punah di hutan bakau pesisir Laut Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali berdekatan dengan industri tambang nikel.
"Gagak Banggai atau corvus unicolor merupakan anggota gagak dari famili Banggai di indonesia," tambah Givents.
Burung yang didominasi bulu hitam ini biasanya hidup di kawasan pesisir pantai di daerah tertentu dan habitanya adalah hutan bakau atau manggorv, seiring perkembangan zaman spesies ini sudah bergeser jauh kedalam hutan karena terdegradasi.
Biasanya, gagak Banggai dianggap sebagai subspesies dari corvus enca, namun bulunya yang hitam legam menyerupai gagak piping secara keseluruhan.
Banggai merupakan gagak yang berukuran sedang dengan panjang 39 centimeter dan benar-benar hitam dengan iris mata yang gelap dan ekor pendek.
"Harus ada restorasi habitat agar satwa dilindungi ini tidak benar-benar punah, ini menjadi tanggung jawab bersama menjaga kelestariannya," tambah Givents.
Dari data dimiliki pihaknya, tercatat baru sekitar 19 burung endemik Sulawesi yang terdaftar dalam pengamatan LSM KOMIU,dari 19 burung status kerentanannya stabil jauh dari kategori terancam punah.
"Sebenarnya masih banyak burung endemik hidup di alam liar di Sulawesi Tengah belum semua sempat kami dokumentasikan. Dalam waktu dekat kami akan melakukan ekpedisi burung khsusunya endemik karena masyarakat lokal percaya bahwa burung endemik pemberi tanda baik atau pun buruk, " turur Givents.
Pewarta: Muhammad Arshandi/Ridwan
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019