Oleh Bob Widyahartono, MA *) Jakarta (ANTARA News) - Pemahaman umum mengenai uji kelayakan dan kepatutan (fit & proper test) belakangan ini makin meluas, serta makin menjadi tuntutan. Tidak hanya dalam dunia bisnis yang sudah statusnya "Terbuka" (Tbk) milik publik saja yang menerapkannya. Lantas, apakah melalui pemahaman itu semacam ikut-ikutansekaligus gengsi, apalagi euforia untuk menerapkan "fit & proper test" dalam seleksi dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) untuk suatu posisi teratas (top) baru dalam lembaga pemerintahan yang non-bank? Bahkan, beberapa anggota DPR melalui komisi yang terkait melakukan "fit & proper test" untuk calon pejabat strategis top dalam pemerintahan. Tentunya idealnya "fit & proper test" yang mereka lakukan benar-benar obyektif dan jauh dari nuansa atau bobot kepentingan politik para pengujinya. Penerapan awalnya ujian tersebut di dunia perbankan Indonesia sejalan dengan langkah langkah memulihkan kembali sistem perbankan, ketika terjadi krisis November 1997 sampai Maret 1999. Di kalangan non-bank untuk posisi apa muncul perlunya tes dalam arti: "fit" (tepat, kelayakan) untuk tanggung jawab apa saja, dan "proper" (kepatutan) dalam arti secara etis yang bagaimana dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Hal yang tetap menjadi isu adalah "mengapa 'fit & proper test' menjadi tuntutan periodik. Hal yang pasti pula seharusnya "fit & proper test" itu saat organisasi mengalami kegagalan/kejanggalan dan saat adanya tuntutan masyarakat pengamat yang berada di luar "main stream" organisasi. Hasilnya adalah predikat "lulus", "lulus bersyarat" dan "tidak lulus" untuk jabatan manajerial menengah dan ekskutif yang dijabat dan atau yang baru ditawarkan. "Fit & proper test" sebenarnya sudah lama dilakukan di berbagai negara maju, dan menurut sejarahnya diawali di Inggris. Oleh karena sudah berlangsung lama, maka tes itu sudah menjadi budaya perusahaan (corporate culture), di lembaga perbankan bertaraf internasional. Filosofi di balik kebijakan penilaian "fit & proper test" yang dianut dunia perbankan adalah filosofi pencegahan dalam arti mencegah bank tidak terjerumus kembali dalam krisis atau perilaku tidak etis akibat perilaku pemilik dan manajemen menengah serta eselon bawahan "membenarkan diri dalam kebijakan perusahaan yang tidak etis ‘ yang akibatnya merugikan pemangku kepentingan (stake holders)", terutama nasabah yang kredibel. Penilaian kemampuan/kompetensi (fit) dan kepatutan/integritas (proper) yang bagaimana substansinya terhadap calon pemangku jabatan strategis dalam institusi dan lembaga non bank dan pemerintahan ? Yang berkaitan dengan tes kompetensi, dan kepatutan apa minimal setaraf dunia perbankan atau justru tuntutannya lebih dari yang diterapkan di dunia perbankan? Logikanya, teknik penilaian dalam "fit & proper test" untuk yang non bank adalah sama dengan cara pembobotan yang mencakup:1. bobot kompetensi, 2. bobot faktor untuk faktor integritas, 3. bobot perilaku, dan 4. faktor skala penilaian kompetensi yang dibedakan antar kualitas pelaku (pemrakarsa/pembuat keputusan/penanggung jawab). Tes tertulis dan dilengkapi dengan tes lisan oleh para penguji yang kompeten dan tahu apa yang harus ditanyakan tanpa jebakan jebakan bernuansa politis kepentingan kelompok partai tertentu. Dari keragaman aspek dapat diberi nilai yang terhitung obyektif dalam pengkategorikan yang mengalami "test", sebagai "lulus" , "lulus bersyarat" atau "tidak lulus". Apakah kategorisasi itu juga berlaku untuk institusi non-bank? Seharusnya juga sama kategorinya. Kalau lulus, lantas bagaimana pemantauannya? Dan, kalau "tidak lulus", maka langkah apa, apalagi kalau sudah mengabdi bertahun-tahun? Hasil penilaian bukanlah merupakan hasil yang permanen dan berlaku seumur hidup. Proses penilaian "fit and proper" itu harus terus dilakukan secara berkesinambungan. Mengapa demikian? Para "stake holders", termasuk para konstituen tidak hidup dalam permanensi, tetapi dalam perubahan yang senantiasa terjadi dalam dunia kita yang makin terbuka. Lalu siapa yang melakukan tes kedua, ketiga, dan seterusnya, setelah berapa lama jangka waktu antara yang pertama dan kedua dan seterusnya itu pula? Dalam dunia perbankan mekanismenya sudah jelas, yakni oleh Dewan Komisaris dan auditor profesional. Jadi, kalau hasilnya "tidak lulus", maka berarti harus berjiwa besar dan kredibel mau mengundurkan diri dari jabatan baru yang dites itu atau kembali pada jabatan sebelumnya dengan konsekuensi balas jasa tidak meningkat. Bagaimana dengan konsekuensi hasil "fit & proper test" lanjutan bagi pejabat strategis pemerintahan non-bank ? Logikanya, tanpa ada tekanan tekanan politik, kalau "tidak lulus", maka berarti mengundurkan diri dan organisasi mencari calon yang baru untuk mengalami "proses test" dari awal dan seterusnya. Pejabat kalau sudah lulus, berati secara profesional dan beretika harus mau bertanggung jawab menerapkan "good governance". Prinsip-prinsip "good governance", seperti "fairness’, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas harus menjadi strategi dan kebijakan operasional, dan sekaligus pengembangan SDM organisasinya tanpa membuat organisasi menjadi serba tertutup secara berlebihan. Hendaknya semua kalangan masyarakat, termasuk di negeri ini, sadar bahwa prinsip good governance sudah membudaya dalam berbagai belahan dunia mana pun. Bagaimana dalam masyarakat bank, bisnis dan organisasi yang memiliki tanggungjawab pada lingkungan terkait dan kepekaan (sensivitas) etika? Logikanya, penerapan "good governance" tetap perlu dibingkai dengan perangkat hukum yang memadai dan sekaligus kepastian hukum. Perilaku masa lalu yang tidak etis merupakan pelajaran pahit yang harus ditanggalkan. Saling percaya antara komunitas lingkungan terkait dan organisasi lembaga pemerintahan menjadi sangat penting untuk mendayung maju lebih ‘bermutu dan lebih kredibel. Serangkaian hal itulah tantangan bagi calon yang mengikuti "fit and proper test". (*) Bob Widyahartono, MA (bobwidya@cbn.net.id) adalah Pengamat Ekonomi Studi Pembangunan, terutama masalah Asia Timur; Lektor Kepala di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara (FE Untar) Jakarta.

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007